Diskominfo DIY Ajak Pemuda Hadapi Era Digital Lewat Sarasehan Kebangkitan Nasional ke-117
HAIJOGJA.COM – Diskominfo DIY ajak pemuda hadapi era digital lewat sarasehan dalam rangka memperingati Hari Kebangkitan Nasional ke-117 pada Rabu, 21 Mei 2025, bertempat di Restoran Pringsewu, Kalurahan Sendangdadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta.
Acara ini mengangkat tema Menjaga Semangat Kebangkitan Nasional di Era Transformasi Digital, yang merupakan bagian dari tema nasional Wujudkan Indonesia Kuat.
Kepala Diskominfo DIY, HET Wahyu Nugroho, menjelaskan bahwa sarasehan ini menjadi bagian dari rangkaian kegiatan peringatan Hari Kebangkitan Nasional di wilayah DIY.
“Kami gelar pelatihan pemanfaatan akal imitatif atau artificial intelligent. Sasarannya masyarakat dan ASN. Ini untuk mendukung aktivitas perekonomian dan pekerjaan lain,” kata Wahyu ditemui di Restro Pringsewu, Sleman, Rabu (21/5/2025), dikutip dari Harian Jogja.
Dalam kesempatan itu, digelar juga pelatihan terkait pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) untuk masyarakat dan Aparatur Sipil Negara (ASN), dengan tujuan mendukung sektor ekonomi dan pekerjaan lainnya.
Wahyu menekankan pentingnya peran UMKM dalam perekonomian DIY, terutama saat masa pandemi Covid-19, di mana UMKM terbukti mampu mendorong pertumbuhan ekonomi.
Oleh karena itu, ia menilai pelaku UMKM perlu beradaptasi dengan era digital untuk dapat membaca tren pasar dan memperluas jangkauan konsumen.
Peluang ini juga dianggap potensial bagi generasi muda sebagai digital native.
Generasi muda dinilai perlu diberikan pelatihan dan penguatan literasi digital agar bisa memanfaatkan kemajuan teknologi secara produktif dan etis.
Wahyu mengingatkan bahwa meskipun dunia digital menjadi kebutuhan utama pemuda, mereka tetap harus siap menghadapi tantangan seperti disrupsi teknologi dan etika digital.
Acara tersebut menghadirkan tiga narasumber: Nadea Cipta Laksmita (Pemuda Pelopor DIY 2024), Hendro Muhaimin dari Pusat Studi Pancasila UGM, dan Mustikaningtyas dari BKKBN DIY.
Hendro menyoroti tantangan kebangkitan nasional seperti kemiskinan, pengangguran, ketergantungan budaya dan produk impor, serta krisis moral dan nilai.
Ia juga menekankan pentingnya literasi komunikasi dalam era digital yang kini menggantikan media konvensional.
Meski transformasi digital membuka peluang, ia mengingatkan adanya bahaya polarisasi masyarakat yang dipicu oleh penyebaran hoaks, intoleransi, radikalisme, serta politik identitas berbasis SARA di ruang digital.