HAIJOGJA.COM – Yogyakarta Gamelan Festival ke-30 resmi dibuka pada Senin (21/7) di Taman Budaya Embung Giwangan.

Mengangkat tema “Festival Musik, Seni dan Anak Muda, dengan Spirit Gamelan”, acara ini menjadi penanda 30 tahun eksistensi Yogyakarta Gamelan Festival (YGF) sebagai wadah pelestarian dan inovasi gamelan di tingkat nasional dan internasional.

Pembukaan dihadiri oleh Direktur YGF Ishari Sahida (Ari Wulu), KPH Purbodiningrat, Kepala Dinas Kebudayaan DIY Dian Lakshmi Pratiwi, serta ratusan pengrawit dan undangan.

Dalam sambutannya, KPH Purbodiningrat menegaskan bahwa YGF bukan sekadar pertunjukan seni, melainkan wujud nyata dari upaya merawat dan menghidupkan warisan budaya gamelan yang mendalam dan penuh makna.

“Gamelan bukan hanya seni pertunjukan, tetapi bahasa jiwa, ruang meditasi, sekaligus jembatan antarbangsa. Dari kemerincing saron hingga dengung gong ageng, semuanya adalah suara kehidupan yang harus dirasakan dan dimaknai,” ujarnya, dikutip dari KrJogja.

Festival ini berlangsung selama sepekan, dari 21 hingga 27 Juli 2025, dengan melibatkan lebih dari 400 pengrawit dari berbagai wilayah DIY.

Membuka Ruang Kolaborasi

Tak hanya menampilkan gamelan tradisional, YGF 2025 membuka ruang kolaborasi antara generasi muda, seniman kontemporer, pelaku teknologi, hingga penggiat kuliner.

Konser gamelan dijadwalkan sepanjang akhir pekan, 25–27 Juli, dengan penampilan dari musisi lokal dan internasional seperti Letto x KiaiKanjeng, Padma Bhuana Saraswati, Guangxi Arts University (China), Andrew Timar (Kanada), Gondrong Gunarto & Friends, hingga Kadapat dari Bali.

Salah satu suguhan utama adalah “Sorot Sumirat”, pertunjukan sinestetik yang menggabungkan gamelan dengan teknologi video mapping di Gedung Graha Budaya.

Penonton akan merasakan pengalaman visual-emosional yang menyatu dengan bunyi gamelan.

Sebagai bentuk penghormatan terhadap tiga tokoh penting gamelan Indonesia yaitu Sapto Raharjo, Harry Roesli, dan Djaduk Ferianto digelar pula Konser Maestro pada 23 Juli.

Acara ini mengenang kontribusi mereka dalam menjadikan gamelan sebagai medium kebebasan dan kreativitas.

Melalui pendekatan inklusif dan inovatif, YGF ke-30 membuktikan bahwa gamelan tetap hidup dan relevan, menyatukan berbagai lapisan masyarakat lintas generasi, budaya, dan bangsa.