Subsidi Trans Jogja Dipangkas Rp6,8 M: Layanan Terancam, Pendapatan Harus Digenjot, Ini Kata Kepala Dinas Perhubungan DIY
HAIJOGJA.COM – Subsidi untuk operasional Trans Jogja direncanakan dipangkas Rp6,8 miliar pada 2026, dari Rp87 miliar menjadi Rp81 miliar.
Agar layanan tetap berjalan dengan kualitas yang sama, manajemen Trans Jogja dituntut mencari cara menambah pendapatan.
Kepala Baperida DIY, Ni Made Dwipanti, menjelaskan subsidi selama ini digunakan untuk biaya operasional kendaraan (BOK).
“Saat subsidi dikurangi, apakah layanan yang dikurangi atau pendapatan ditambah,” katanya, Selasa (26/8/2025), dikutip dari Harian Jogja.
Jika dana itu dikurangi, maka ada dua pilihan yaitu mengurangi layanan atau meningkatkan pemasukan.
Ia menegaskan pengurangan subsidi seharusnya diimbangi dengan upaya menambah pendapatan, bukan pemangkasan layanan.
Dampak Berkurangnya Subsidi Trans Jogja Dipangkas
Salah satu dampak dari berkurangnya subsidi adalah potensi pengurangan rute maupun jam operasional, yang bisa berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Itu tidak kita inginkan. Maka, harusnya pengurangan subsidi diringi peningkatan pendapatan,” ujarnya.Menurut Made, peningkatan pendapatan Trans Jogja tidak harus lewat kenaikan tarif, karena masih ada peluang lain yang bisa digarap sebagai sumber pemasukan tambahan.
Wacana pemotongan subsidi ini diusulkan DPRD DIY dengan alasan keterbatasan anggaran daerah, yang juga perlu dialokasikan untuk perawatan jalan dan fasilitas umum lain.
“Aktivitas infrastruktur tidak bisa dipenuhi secara ideal. Contoh rehabilitasi peningkatan jalan atau penerangan jalan umum,” paparnya.
Selain itu, realisasi penyerapan subsidi Trans Jogja selama ini dinilai belum maksimal, bahkan sering menyisakan anggaran di akhir tahun.
Meski begitu, ia mengakui layanan Trans Jogja saat ini belum optimal.
“Dalam implementasi penyerapannya, pendapatannya mungkin besar sehingga yang kita cadangkan pada akhir tahun sisa,” kata dia.
Interval kedatangan bus masih jauh dari ideal, rata-rata 40–45 menit dibanding target 10 menit.
“Misal jarak kedatangan bus 1 dan 2 belum ideal 10 menit, masih 40-45 menit. Tapi apa mau dikata jumlah modanya sedikit. Kalau mau banyak perlu investasi besar,” ujarnya.
Hal itu terjadi karena jumlah armada masih terbatas, sementara penambahan moda membutuhkan investasi besar.
Pernyataan Kepala Dinas Perhubungan DIY
Kepala Dinas Perhubungan DIY, Chrestina Erni Widyastuti, menyatakan pihaknya masih mengkaji wacana ini dan berupaya mencari cara agar pengurangan subsidi tidak berdampak pada layanan masyarakat.
“Kami berupaya optimalisasi rute dan pendapatan. Doakan saja tidak mengurangi layanan kepada masyarakat,” katanya.
Sementara itu, Anggota Komisi C DPRD DIY dari Fraksi Partai Golkar, Lilik Syaiful Ahmad, menegaskan pemangkasan ini bukan semata pemotongan, melainkan pengalihan anggaran untuk sektor yang lebih mendesak.
“Sekarang kalau kita lihat berapa orang yang menggunakan Trans Jogja setiap harinya? Kan tidak semua naik Trans Jogja. Di sini kita punya banyak sekali transportasi umum, ada online. Kepemilikan kendaraan [pribadi] juga dimudahkan,” ungkap Lilik.
Menurutnya, tidak semua masyarakat menggunakan Trans Jogja, sementara pertumbuhan kendaraan pribadi terus meningkat dan membuat kebutuhan perbaikan jalan makin besar.
“Jalan-jalan kita kan banyak yang rusak. Jangan sampai Trans Jogja bagus tapi jalannya rusak. Maka semuanya harus dihitung. Jadi hanya menggeser anggaran saja,” kata dia.
Dari sisi keuangan, alokasi 10% dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) untuk transportasi dan infrastruktur di DIY hanya sekitar Rp63 miliar. Angka itu bahkan lebih kecil dari usulan subsidi Trans Jogja sebesar Rp87 miliar.
“Kalau semua dialokasikan ke situ [Trans Jogja] masih kurang. Sementara untuk subsidi infrastruktur jalan yang dipakai masyarakat untuk naik motor dan mobil, membangunnya dari mana? Belum ada dari situ [PKB]. Maka semuanya harus berimbang,” ungkapnya.
Karena itu, Lilik menilai anggaran harus dibagi seimbang antara transportasi umum dan perbaikan infrastruktur jalan yang digunakan mayoritas masyarakat.