HAIJOGJA.COM – Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia (UI) menyoroti kinerja Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI setelah lembaga tersebut menonaktifkan sementara tiga anggota dewan yaitu Ahmad Sahroni, Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio), dan Nafa Indria Urbach.

Direktur Puskapol UI, Hurriyah, mempertanyakan apakah MKD benar-benar efektif menjalankan fungsinya sebagai lembaga etik di parlemen.

“Apakah kemudian keberadaan MKD efektif sebagai mahkamah etik? Dia ini bisa efektif enggak?” ujar Direktur Puskapol UI, Hurriyah, saat ditemui di Universitas Indonesia (UI), Kota Depok, Jawa Barat, Kamis (6/11/2025), dikutip dari Kompas.

Puskapol UI Ragukan Keputusan MKD DPR RI

Menurut Hurriyah, keputusan MKD seharusnya tidak bisa berdiri sendiri tanpa keterlibatan partai politik (parpol). Pasalnya, dalam sistem DPR, mekanisme yang diakui hanyalah pergantian antarwaktu (PAW), bukan penonaktifan anggota dewan.

Ia mencontohkan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang keputusannya bersifat mengikat bagi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di semua tingkatan ketika terbukti melanggar kode etik.

“Kalau kita bicara dalam konteks MKD, MKD ini putusannya bisa mengikat partai enggak? Tanpa misalnya harus melalui partai politik gitu ya. Nah ini kan tidak seperti itu kondisinya,” ujar dia.

“Jadi, harus ada mekanisme partai dulu yang bekerja, keputusan pemberhentian itu ada dari partai. Kemudian MKD bisa memvonis dan memperkuat putusannya partai tersebut, atau sebaliknya. Jadi harusnya ada sinkronisasi,” katanya.

Hurriyah menilai seharusnya ada koordinasi antara MKD dan partai politik. Mekanisme partai perlu berjalan terlebih dahulu sebelum MKD memberikan vonis, agar keputusan tersebut memiliki dasar dan kekuatan hukum yang lebih jelas.

“Nah kemudian ketika kasusnya dianggap mereda, diaktifkan kembali. Nah hal-hal ini menurut saya perlu diatur di DPR RI ke depannya,” jelas dia.

Puskapol UI menilai keputusan MKD yang tidak mengikat partai politik justru membuat sanksi penonaktifan anggota dewan tidak memiliki efek jera.

Kebijakan seperti itu berisiko hanya menjadi formalitas yang berulang tanpa perubahan berarti.

Sebelumnya, MKD DPR RI telah memutuskan sanksi penonaktifan sementara terhadap tiga anggota dewan yaitu Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Fraksi NasDem, serta Eko Patrio dari Fraksi PAN.

Ketiganya dinyatakan melanggar kode etik dan dijatuhi hukuman tanpa menerima hak keuangan apa pun selama masa penonaktifan.

Sementara itu, dua anggota lain yang turut diperiksa, yakni Adies Kadir (Fraksi Golkar) dan Surya Utama atau Uya Kuya (Fraksi PAN), dinyatakan tidak bersalah.

Putusan tersebut dibacakan dalam sidang MKD pada Rabu (5/11/2025), setelah serangkaian pemeriksaan terhadap saksi dan ahli yang digelar pada Senin (3/11/2025).