HAIJOGJA.COM – Perpustakaan dan Arsip Universitas Gadjah Mada (UGM) kembali menorehkan prestasi membanggakan di tingkat nasional.

Tahun ini, unit tersebut berhasil meraih Juara 3 dalam ajang Academic Library Innovation Award (ALIA) 2025 yang diselenggarakan oleh Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia (FPPTI) Pusat.

UGM menjadi wakil dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dalam ajang bergengsi yang menilai berbagai inovasi perpustakaan akademik di Indonesia.

Kompetisi ALIA 2025 merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Konferensi Internasional Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia (KPPTI) ke-4, yang berlangsung pada 8–10 Oktober 2025 di Universitas Tarumanagara, Jakarta.

Perpustakaan UGM Juara 3 ALIA 2025

Tahun ini, konferensi tersebut mengangkat tema “AI-Driven Academic Libraries: Innovation, Ethics, and the Future of Knowledge Management”, yang membahas peran kecerdasan buatan (AI) dalam mendorong inovasi di dunia perpustakaan akademik.

Kepala Perpustakaan dan Arsip UGM, Arif Surachman, S.I.P., M.B.A., menyampaikan rasa syukur dan apresiasinya atas capaian tersebut.

Menurutnya, penghargaan ini menjadi bukti bahwa perpustakaan kini bukan sekadar tempat menyimpan koleksi buku, melainkan juga pusat inovasi dan kreativitas akademik.

“Integrasi AI yang kami lakukan menjadi bukti bahwa perpustakaan mampu beradaptasi dengan perubahan zaman tanpa meninggalkan nilai-nilai ilmiah dan inklusivitas,” tuturnya, Senin (13/10) dikutip dari UGM.

Dalam ajang ini, tim UGM menampilkan karya inovatif bertajuk “Integrasi Artificial Intelligence dalam Transformasi Perpustakaan dan Arsip UGM: Siniar Pustaka-Kintaka.”

Inovasi ini memanfaatkan teknologi AI untuk mengembangkan layanan informasi digital melalui podcast edukatif interaktif.

Ketua Tim Inovasi, Lilik Kurniawati Uswah, menjelaskan bahwa Siniar Pustaka-Kintaka merupakan wujud nyata transformasi layanan perpustakaan yang berfokus pada pengguna.

Melalui siniar ini, tim berusaha menghadirkan konten edukatif yang relevan, inklusif, dan berbasis riset.

Setiap episode siniar bahkan telah mendapatkan sertifikat Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sebagai bentuk apresiasi terhadap karya ilmiah para narasumber.

Proses produksi siniar ini juga memanfaatkan AI di setiap tahapnya, mulai dari perencanaan, pengolahan konten, hingga analisis umpan balik pendengar.

“Podcast ini adalah wujud dari upaya kami memperluas akses informasi, mempromosikan koleksi dan layanan, serta membangun kedekatan dengan pemustaka tanpa dibatasi ruang dan waktu,” ujarnya.

Tim inovasi yang menggarap proyek ini terdiri dari Barid Budi Wicaksono, Delta Ira Anggreanie, Stevanus Deni Nur Prasetyo, dan Wasilatul Baroroh.

Kini berkolaborasi menggabungkan teknologi, literasi informasi, dan nilai inklusivitas sosial dalam setiap produksi siniar.

“Kami ingin menunjukkan bahwa perpustakaan bisa menjadi ruang kreatif yang menyatukan ilmu dan pengalaman,” kata Lilik.

Keunggulan Siniar Pustaka-Kintaka terletak pada keragaman topiknya.

Tema yang diangkat meliputi kesehatan, sejarah, filsafat, hingga psikologi, semuanya disusun berdasarkan sumber primer seperti arsip, wawancara, dan hasil penelitian ilmiah yang valid.

“Kami memastikan setiap materi berbasis data dan literatur yang sahih, bukan sekadar opini,” pungkas Lilik.