5 Fakta Mengejutkan OTT KPK Direksi BUMN yang Menjerat Dirut Inhutani V
HAIJOGJA.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan operasi tangkap tangan (OTT), kali ini di lingkungan Inhutani V yang berlokasi di Jakarta.
Aksi ini menjadi OTT keempat KPK sepanjang tahun 2025.
Operasi tersebut berlangsung pada Rabu (13/8), dengan total sembilan orang yang diamankan untuk menjalani pemeriksaan awal.
“Sembilan (yang diamankan),” ujar Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto saat dikonfirmasi, Rabu (13/8/2025), dikutip dari Detik.
Mereka yang ditangkap berasal dari kalangan swasta hingga jajaran direksi salah satu BUMN.
Setelah 1×24 jam pemeriksaan, KPK menggelar konferensi pers pada Kamis (14/8/2025) untuk memaparkan kronologi OTT tersebut.
Dari hasil penyelidikan, tiga orang resmi ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan.
5 Fakta Mengejutkan OTT KPK Direksi BUMN
Inilah fakta-fakta tentang OTT KPK Direksi BUMN yang menjerat Dirut Inhutani V:
1. Dirut Inhutani V Resmi Jadi Tersangka Kasus Suap
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam operasi tangkap tangan (OTT) di kantor Inhutani V, Jakarta.
Salah satunya adalah Direktur Utama PT Eksploitasi dan Industri Hutan (Inhutani) V, Dicky Yuana Rady.
“DIC selaku Direktur Utama PT INH,” ungkap Pelaksana Tugas Deputi Penindakan KPK dalam konferensi pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (14/8/2025).
Dicky bersama dua tersangka lainnya langsung ditahan untuk 20 hari pertama, mulai Kamis (14/8) hingga 1 September 2025.
2. Kasus Suap di Sektor Kehutanan
Dua tersangka lain adalah Djunaidi (DJN), Direktur PT PML, dan Aditya (ADT), staf perizinan SB Grup.
Ketiganya diduga terlibat dalam praktik suap terkait kerja sama pengelolaan kawasan hutan.
“Dugaan tindak pidana korupsi berupa suap sektor kehutanan terkait dengan kerja sama pengelolaan kawasan hutan,” jelasnya.
Dalam OTT tersebut, KPK menyita barang bukti berupa uang tunai miliaran rupiah serta satu unit mobil mewah.
3. KPK Sita Rp 2,4 Miliar dan Mobil Mewah dari OTT Inhutani V
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan tiga orang usai operasi tangkap tangan (OTT) di Inhutani V yang terkait kasus suap pengelolaan kawasan hutan.
Dalam operasi tersebut, tim KPK juga mengamankan barang bukti uang tunai sebesar SGD 189 ribu atau sekitar Rp 2,4 miliar.
“Tim KPK juga mengamankan sejumlah barang bukti, berupa uang tunai senilai SGD 189 ribu atau kalau kursnya sekitar Rp 2,4 miliar untuk kurs saat ini,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan KPK saat konferensi pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (14/8/2025), dikutip dari Detik.
Selain uang, KPK turut menyita dua mobil mewah milik tersangka Dicky Yuana Rady (DIC), Direktur Utama PT Inhutani V.
Satu unit Jeep Rubicon ditemukan di rumah Dicky, sementara satu unit Mitsubishi Pajero diamankan di rumah Aditya (ADT), staf perizinan SB Group.
“Barang bukti lain yang diamankan antara lain uang tunai Rp 8,5 juta, satu unit mobil Rubicon di rumah DIC, dan satu unit mobil Pajero milik DIC yang ada di rumah ADT,” tambahnya.
Tiga tersangka dalam kasus ini adalah Djunaidi (DJN), Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng, serta Aditya (ADT) dan Dicky Yuana Rady (DIC) yang diduga berperan sebagai penerima dan pemberi suap.
4. Dirut Inhutani V Terseret Kasus Suap, Sempat Minta Rubicon ke Rekan Bisnis
Direktur Utama PT Inhutani V, Dicky Yuana Rady (DIC), resmi menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap pengelolaan kawasan hutan.
Terungkap, Dicky sempat meminta mobil baru kepada tersangka lain, Djunaidi (DJN), Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng (PML), setelah keduanya bertemu di sebuah lapangan golf untuk membicarakan “kongkalikong” proyek ini.
“Di mana Saudara DIC meminta mobil baru kepada Saudara DJN. Kemudian Saudara DJN menyanggupi keinginan Saudara DIC untuk membeli 1 unit mobil baru tersebut,” ungkap Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (14/8/2025).
Kasus bermula dari kepemilikan hak kelola PT Inhutani atas lahan seluas 56.547 hektare di Lampung.
Lahan tersebut dikerjasamakan dengan PT PML melalui Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang mencakup tiga wilayah yaitu register 42 (Rebang) seluas 12.727 hektare, register 44 (Muaradua) seluas 32.375 hektare, dan register 46 (Way Hanakau) seluas 10.055 hektare.
Pada 2018, kerja sama itu bermasalah karena PT PML disebut menunggak Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 2018–2019 sebesar Rp 2,31 miliar, tidak membayar pinjaman dana reboisasi Rp 500 juta per tahun, serta tidak menyerahkan laporan bulanan kegiatan kepada PT Inhutani.
Mahkamah Agung pada Juni 2023 memutuskan PKS yang diubah pada 2018 tetap berlaku, dan PT PML diwajibkan membayar ganti rugi Rp 3,4 miliar.
Meski demikian, PT PML tetap ingin melanjutkan kerja sama pengelolaan kawasan hutan sesuai PKS yang berlaku.
Pada Juni 2024, DJN dan tim bertemu di Lampung untuk membahas kelanjutan kerja sama dalam Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan (RKUPH).
Dalam prosesnya, DJN mentransfer Rp 4,2 miliar ke rekening PT Inhutani untuk “pengamanan tanaman dan kepentingan perusahaan,” dan di saat bersamaan, DIC diduga menerima Rp 100 juta tunai dari DJN.
November 2024, Dicky menyetujui perubahan RKUPH yang diajukan PT PML, dan pada Februari 2025 ia menandatangani Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang juga mengakomodasi kepentingan PT PML.
Tak berhenti di situ, DJN memerintahkan stafnya, Sudirman (SUD), membuat bukti setor senilai Rp 3 miliar dan Rp 4 miliar dari PT PML ke PT Inhutani.
Langkah itu membuat laporan keuangan PT Inhutani berubah dari defisit (“merah”) menjadi surplus (“hijau”).
“Saudara SUD lalu menyampaikan kepada Saudara DJN, bahwa PT PML sudah mengeluarkan dana Rp 21 miliar kepada PT INH untuk modal pengelolaan hutan,” kata Asep.
5. Rubicon Merah Milik Dirut Inhutani V yang Disita KPK Dipamerkan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memamerkan sejumlah barang bukti hasil operasi tangkap tangan (OTT) di Inhutani V, yang terkait kasus dugaan suap pengelolaan kawasan hutan.
Salah satu yang menarik perhatian adalah mobil Jeep Rubicon merah milik tersangka Dicky Yuana Rady (DIC), Direktur Utama PT Inhutani V.
Mobil tersebut diperlihatkan usai konferensi pers KPK pada Kamis (14/8/2025).
Kondisinya tampak masih terawat dengan baik, dengan tulisan “RUBICON” berwarna hitam di kap depan. Bagian interior mobil didominasi warna hitam elegan.
Selain Rubicon, KPK juga menampilkan barang bukti lain berupa uang tunai SGD 189.000 atau sekitar Rp 2,4 miliar, serta uang tunai Rp 8,9 juta yang turut diamankan dalam perkara ini.