Tak Hanya Pati, Ini 5 Deretan Daerah di Indonesia Protes Kenaikan PBB
HAIJOGJA.COM – Ribuan warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pati Bersatu turun ke jalan pada Rabu (13/8) untuk menggelar aksi besar-besaran menentang Bupati Pati, Sudewo.
Meski sang bupati sudah membatalkan kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 250 persen, amarah warga terlanjur membara.
Awalnya, rencana demonstrasi ini dipicu oleh keputusan menaikkan PBB.
Namun, pembatalan kebijakan tersebut tak serta-merta meredam kekecewaan masyarakat.
Mereka tetap datang, membawa sederet keluhan lain, mulai dari aturan lima hari sekolah, kebijakan regrouping sekolah yang membuat banyak guru honorer kehilangan pekerjaan, hingga pemutusan hubungan kerja ratusan mantan pegawai honorer RSUD RAA Soewondo dengan alasan efisiensi.
Aksi di Pati ini ternyata bukan kasus tunggal.
Sepanjang bulan ini, protes serupa juga terjadi di sejumlah daerah lain, di mana warga menolak keras kenaikan PBB yang dianggap memberatkan karena nilainya naik berlipat-lipat.
5 Deretan Daerah di Indonesia Protes Kenaikan PBB
Berikut ini setidaknya ada 5 daftar wilayah di indonesia yang memprotes kenaikan PBB:
1. Bone, Sulawesi Selatan
Di Bone, Sulawesi Selatan, aksi penolakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) memanas pada Selasa (12/8).
Mengutip detikSulsel, ratusan mahasiswa dari berbagai organisasi menggelar demonstrasi di depan Kantor DPRD Bone. Ketegangan sempat terjadi saat massa terlibat saling dorong dengan Satpol PP yang berjaga.
Ketua Cabang PMII Bone, Zulkifli, mengungkapkan kekecewaannya karena Bupati Bone tidak hadir menerima aspirasi mereka, meski surat tuntutan sudah dikirim langsung kepadanya.
“Pada saat di dalam terjadi lagi baku dorong, saat ditanyakan posisi bupati, kenapa bukan dia menerima tuntutan kami. Kita mendesak untuk bupati menerima aspirasi, karena kemarin kami ini sudah surati ke bupati dan memang surat itu ditujukan langsung ke bupati bukan pemkab, tapi tidak ada yang bisa menjawab dan tidak ada yang bisa hadirkan,” ujarnya, dikutip dari CNN.
Zulkifli menilai kenaikan tarif PBB kali ini memberatkan warga karena mencapai hingga 300 persen, dan penerapannya tidak merata. Ada yang naik 65 persen, 100 persen, 150 persen, bahkan 300 persen.
Ia juga menyoroti kurangnya sosialisasi, serta kemungkinan bahwa tanah di zona mahal belum tentu dimiliki orang kaya, bisa saja milik warga kurang mampu.
Koordinator aksi dari HMI, Arfah, menyebut kebijakan ini “sewenang-wenang” karena diputuskan tanpa kajian matang dan tanpa pemberitahuan yang memadai, sehingga banyak warga kaget dan mengeluh.
Menanggapi hal itu, Kepala Bapenda Bone, Muh Angkasa, membantah pihaknya tidak melakukan sosialisasi, meski mengakui penyampaiannya belum terlalu luas.
Ia menjelaskan, kenaikan PBB-P2 yang rata-rata 65 persen ini dilakukan karena adanya pembaruan Zona Nilai Tanah (ZNT) dari Badan Pertanahan Negara, yang sebelumnya tidak pernah diperbarui selama 14 tahun terakhir.
2. Jombang, Jawa Timur
Sepanjang 2025, sedikitnya 5.000 warga Jombang, Jawa Timur sudah melayangkan protes terkait lonjakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) yang mencapai angka fantastis, bahkan hingga 1.202 persen atau 12 kali lipat.
Mengutip detikJatim, kebijakan ini ternyata sudah berlaku sejak 2024 dan membuat banyak warga kelimpungan.
Salah satunya Heri Dwi Cahyono (61).
Ia kaget bukan main ketika tagihan PBB tanah miliknya pada 2024 tiba-tiba melonjak drastis dibanding tahun sebelumnya.
Sebagai wajib pajak yang patuh, Heri memilih jalur resmi yaitu mendatangi kantor Bapenda, membawa SPPT, dan mengisi formulir keberatan dengan harapan tarifnya bisa kembali normal.
Berbeda dengan Heri, Joko Fattah Rochim (63) memilih cara unik untuk menyampaikan protes.
Ia mendatangi kantor Bapenda Jombang pada Senin (11/8) sambil membawa satu galon penuh berisi koin pecahan Rp200, Rp500, dan Rp1.000, hasil celengan anaknya sejak SMP untuk membayar PBB rumahnya yang naik 370 persen.
Di loket pembayaran, ia menumpahkan ribuan koin tersebut sebagai simbol ketidakmampuannya membayar kenaikan yang dianggap memberatkan.
“Minta saya, bupati (Jombang) harus tegas, kenaikan PBB P2 tahun 2024 yang sangat merugikan masyarakat Jombang harus dibenahi,” tegasnya.
Kepala Bapenda Jombang, Hartono, mengakui pihaknya telah menerima ribuan permohonan keberatan.
“Tahun ini sudah sekitar 5 ribu orang mengajukan keringanan maupun pembebasan pajak. Prosedurnya masyarakat datang bawa SPPT, kami beri blanko, kami olah dengan data pembanding, kami plenokan, lalu kami kembalikan ke yang bersangkutan,” jelasnya.
Hartono menuturkan, dari sekitar 700 ribu SPPT di Jombang, separuh memang mengalami kenaikan tarif, sementara separuh lainnya justru mengalami penurunan.
Ia pun mempersilakan warga mengajukan keberatan jika merasa terbebani.
3. Semarang, Jawa Tengah
Di Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, seorang warga bernama Tukimah (69) kaget bukan main ketika tagihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) miliknya melonjak hingga 441 persen, nyaris lima kali lipat.
Keponakannya, Andri Setiawan (42), menceritakan kepada detikJateng bahwa awalnya mereka mengira ada salah ketik. Namun setelah memastikan tagihan itu benar, Andri berinisiatif mengajukan keringanan.
Prosesnya tidak mudah, ia harus antre lama, bahkan sempat tidak dipanggil hingga antrean habis.
Total, ia bolak-balik ke kantor pajak sampai tiga kali, dan kini diminta menunggu keputusan hingga September.
Andri mengaku kecewa karena menurutnya tidak ada sosialisasi sebelum tarif naik.
Ia juga mempertanyakan alasan kenaikan, yang diduga karena rumah budenya berada di tepi jalan utama Ambarawa, Bandungan dan di belakangnya ada perumahan.
“Dianggapnya yang bikin naik karena rumah dekat jalan utama. Kalau itu sudah dari dulu kala di situ, terus kalau alasannya di belakang sudah dibangun perumahan, itu sudah 10 tahun perumahannya,” keluhnya.
Kepala BKUD Kabupaten Semarang, Rudibdo, membenarkan adanya kenaikan PBB signifikan di beberapa titik.
Ia menjelaskan, penyesuaian dilakukan setelah ada penilaian terbatas pada bidang tanah yang nilainya meningkat, terutama yang berada di ruas jalan strategis seperti jalan nasional, provinsi, atau kabupaten, serta menyesuaikan Zona Nilai Tanah (ZNT) dari BPN.
Menanggapi keluhan warga, Rudibdo menegaskan bahwa Pemkab Semarang memberi kesempatan bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan atau meminta penilaian ulang jika merasa tarifnya tidak wajar.
4. Cirebon, Jawa barat
Di Cirebon, Jawa Barat, puluhan warga yang tergabung dalam Paguyuban Pelangi Cirebon kembali menggelar aksi menolak kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang disebut-sebut melonjak hingga 1.000 persen.
Pertemuan berlangsung Kamis (14/8/2025) malam di sebuah rumah makan di Jalan Raya Bypass, Kota Cirebon, diwarnai wajah-wajah lelah yang bercampur amarah.
Salah satu yang hadir, Darma Suryapranata (83), tokoh masyarakat yang rumahnya berada di Jalan Raya Siliwangi, mengaku terkejut saat menerima tagihan PBB 2024.
“Awalnya saya tidak tahu. Setelah cek, ternyata tagihan saya Rp65 juta, padahal tahun 2023 hanya Rp6,3 juta. Naiknya sampai 1.000 persen. Saya kaget sekali,” ujarnya dikutip dari Pojok Satu.
Menurut Darma, kebijakan ini muncul di saat kondisi ekonomi warga belum benar-benar pulih pascapandemi.
“Pemerintah bilang ekonomi tumbuh, tapi kenyataannya rakyat makin berat. Ini jadi beban besar,” keluhnya.
Sebagai sesepuh komunitas Tionghoa dan lintas agama, Darma kerap menjadi tempat curhat warga yang mengalami nasib sama.
Ia pun mendesak agar Perda Nomor 1 Tahun 2024, yang menjadi dasar kenaikan PBB, dibatalkan.
“UUD saja bisa diamandemen, masa Perda tidak bisa diubah. Hitungan kenaikan harus wajar, sesuai kemampuan masyarakat,” tegasnya.
Juru bicara Paguyuban, Hetta Mahendrati, mengungkapkan perjuangan melawan Perda tersebut sudah dimulai sejak Januari 2024.
Berbagai langkah sudah ditempuh dari hearing di DPRD, aksi turun ke jalan, hingga mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung namun semua berakhir buntu.
Laporan ke Presiden Prabowo, Kementerian Dalam Negeri, dan Badan Pemeriksa Keuangan pun tak kunjung berbuah hasil.
Paguyuban Membawa Empat Tuntutan Utama:
- Membatalkan Perda No. 1/2024 dan mengembalikan tarif PBB seperti 2023.
- Memberhentikan pejabat yang dianggap bertanggung jawab.
- Memberi tenggat satu bulan kepada Wali Kota untuk bertindak.
- Mendorong agar pajak tidak dijadikan sumber utama Pendapatan Asli Daerah.
Hetta menyebut, kenaikan PBB di Cirebon bervariasi dari 150 persen hingga 1.000 persen, bahkan ada kasus ekstrem naik 100.000 persen akibat kesalahan pemerintah yang tetap dibebankan kepada warga.
“Orang itu sampai terpaksa berutang ke bank. Apakah itu bijak?” sindirnya.
Ia menegaskan perjuangan belum selesai.
“Kalau di Pati bisa membatalkan kenaikan 250 persen, kenapa di Cirebon tidak? Kami akan terus berjuang sampai tuntutan dikabulkan,” pungkas Hetta.
5. Banyuwangi, Jawa Timur
Di Banyuwangi, sempat beredar juga kabar bahwa pemerintah daerah menaikkan pajak hingga 200 persen.
Namun, kabar itu langsung dibantah oleh Pemkab.
Mereka menegaskan tidak ada kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), dan perhitungannya tetap mengacu pada klasterisasi nilai objek pajak.
“Tidak ada pembahasan kenaikan tarif PBB-P2 antara Pemkab dan DPRD. Tarif PBB-P2 perhitungannya tetap sama dengan sebelumnya,” ujar Kepala Bapenda Banyuwangi, Samsudin, Sabtu (9/8/2025), dikutip dari Bloomberg Techno.
Samsudin menjelaskan, Kementerian Dalam Negeri memang sempat memberi rekomendasi untuk mengubah penghitungan tarif dari sistem multi tarif menjadi single tarif, terkait Perda Kabupaten Banyuwangi Nomor 1 Tahun 2024.
Dalam Perda tersebut, Pasal 9 mengatur bahwa NJOP hingga Rp1 miliar dikenakan tarif 0,1 persen per tahun, NJOP Rp1–5 miliar sebesar 0,2 persen, dan NJOP di atas Rp5 miliar dikenakan 0,3 persen.
Menurutnya, rekomendasi Kemendagri adalah agar Banyuwangi menerapkan single tarif 0,3 persen untuk semua kategori, atau mengambil batas tertinggi dari tarif yang berlaku sekarang.