Waspada Dampak Kenaikan Bea Masuk Elektronik, Indef Minta Pemerintah Perkuat Industri Lokal
HAIJOGJA.COM – Pemerintah diminta untuk menyeimbangkan kebijakan kenaikan tarif bea masuk produk elektronik dan handphone impor dengan langkah nyata memperkuat industri dalam negeri, agar konsumen tidak menjadi pihak yang dirugikan.
Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef, Andry Satrio Nugroho, menilai bahwa kebijakan ini sebenarnya bisa membawa dampak ganda bagi sektor industri, pasar, dan investasi nasional.
“Tentunya menurut saya ini akan menjadi insentif bagi investor asing yang ingin berinvestasi di Indonesia karena Indonesia dalam hal ini pasar yang cukup besar khususnya untuk produk-produk elektronik rumah tangga,” ujar Andry Selasa (14/10/2025), dikutip dari Harian Jogja.
Meski begitu, Andry mengingatkan bahwa pemerintah perlu berhati-hati agar kebijakan ini tidak menekan industri lokal.
Ia menekankan pentingnya penguatan sektor manufaktur elektronik dan ponsel di dalam negeri, sekaligus memberi peluang lebih bagi investor yang sudah beroperasi di Indonesia untuk mengakses pasar domestik.
Ia juga mengakui bahwa kebijakan tarif tambahan ini berpotensi mengurangi banjirnya produk impor murah, terutama dari Tiongkok, yang selama ini menekan industri lokal hingga menyebabkan banyaknya kasus PHK.
Waspada Dampak Kenaikan Bea Masuk Elektronik
“Kita tahu bahwa terkait dengan maraknya PHK di industri elektronik, ini memang karena gempuran dari produk-produk impor murah yang berasal dari Tiongkok,” ujarnya.
Namun, Andry mengingatkan, kebijakan bea masuk harus dibarengi peningkatan kapasitas industri nasional agar tidak merugikan masyarakat.
Sebab, kenaikan tarif bisa memengaruhi harga jual barang elektronik dan handphone di pasaran.
“Kalau hal tersebut tidak terjadi maka dari sisi konsumen yang akan menanggung karena konsumen pada akhirnya tidak memiliki pilihan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya,” ucapnya.
Lebih lanjut, ia menilai kebijakan serupa untuk sektor handphone juga harus diarahkan agar Indonesia bisa menjadi bagian dari rantai pasok global.
“Harapannya insentif TKDN itu juga terefleksikan dari tarif biaya masuk untuk barang impor. Jadi bagaimana kalau misalnya kita bisa menggabungkan antara kedua kebijakan ini, di mana silakan saja untuk mengimpor produk dari Thailand asal parts atau komponennya juga dibuat di Indonesia,” katanya.
Andry menambahkan, kebijakan tarif sebaiknya diintegrasikan dengan aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) agar tak hanya meningkatkan pendapatan negara, tetapi juga memperkuat industri lokal.
Sebagai informasi, pemerintah berencana menaikkan tarif bea masuk untuk sejumlah barang impor seperti handphone dan elektronik, sejalan dengan target peningkatan penerimaan kepabeanan dan cukai dalam APBN 2026.
Dalam APBN 2026 yang sudah disahkan, target penerimaan negara dari kepabeanan dan cukai ditetapkan sebesar Rp336 triliun, naik 11,4% dibanding outlook APBN 2025 sebesar Rp301,6 triliun.
Meski begitu, porsi penerimaan dari bea masuk dan cukai justru menurun, masing-masing sebesar 5,7% dan 0,3%.
Penurunan itu dipengaruhi oleh kebijakan tarif resiprokal dengan AS dan perjanjian IEU CEPA, serta keputusan pemerintah untuk menahan tarif cukai hasil tembakau di level yang sama.
Sebagai langkah kompensasi, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu akan memperkuat strategi intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan.
“Intensifikasi tarif bea masuk komoditas tertentu seperti handphone, elektronik, ini sedang kita proses untuk intensifikasinya,” ungkap Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis Bea Cukai Kemenkeu, Muhammad Aflah Farobi pada Media Gathering APBN 2026 di Bogor, Jawa Barat, Jumat (10/10/2025).