Viral! Ucapan Sri Mulyani Soal Guru Beban Negara Picu Kontroversi, Begini Tanggapan Pakar Pendidikan
HAIJOGJA.COM – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tengah jadi sorotan setelah cuplikan ucapannya viral di media sosial.
Dalam Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri ITB pada Kamis (7/8/2025), ia menyinggung soal gaji guru dan dosen.
Menurutnya, profesi tersebut kerap dianggap kurang dihargai karena penghasilannya tidak besar, bahkan menyebut “guru beban negara” dan menekankan perlunya pengukuran kinerja dosen.
“Guru itu beban negara, dosen juga harus diukur kinerjanya. Banyak di media sosial saya selalu mengatakan, oh menjadi dosen atau menjadi guru tidak dihargai karena gajinya nggak besar,” ucap Sri Mulyani, dikutip dari Pojok Satu.
Sri Mulyani juga menyinggung soal tantangan besar APBN dalam meningkatkan kesejahteraan guru.
Ia mempertanyakan apakah masalah itu sepenuhnya harus ditanggung negara atau ada ruang partisipasi masyarakat.
Pernyataannya langsung menuai reaksi publik yang menilai guru seolah dilabeli sebagai beban, bukan penopang pendidikan.
Kritik dari Pakar Pendidikan
Kritik pun datang dari Sri Lestari, pakar pendidikan dari UMSurabaya.
Ia menilai komentar tersebut memperlihatkan bahwa kesejahteraan guru dan dosen belum menjadi prioritas.
Selain itu, guyonan soal “jenis-jenis dosen” berpotensi menciptakan kelas sosial baru berdasarkan produktivitas penelitian, padahal dosen juga terbebani tugas mengajar, mengabdi, hingga administrasi.
Sri Lestari menegaskan perlunya indikator kinerja yang lebih adil dan transparan.
Ia juga mengingatkan bahaya privatisasi pendidikan, yang bisa membuat kampus besar lebih diuntungkan sementara perguruan tinggi daerah tertinggal.
“Privatisasi juga berpotensi meningkatkan biaya pendidikan dan mempersempit akses masyarakat,” ujarnya.
Hal ini diperparah dengan kebijakan PTNBH yang mendorong kampus menerima mahasiswa melebihi kapasitas, sehingga dosen makin terbebani.
Menurutnya, gaji dosen dan guru di Indonesia relatif kecil dibandingkan negara lain, meski tanggung jawab mereka berat.
“Gaji dosen dan guru di Indonesia relatif rendah dibandingkan negara lain meski beban kerjanya berat. Persoalan ini bukan sekadar siapa yang membayar, melainkan bagaimana pendidikan ditempatkan sebagai fondasi pembangunan SDM,” kata Tari.
Persoalan utama bukan sekadar siapa yang membayar, melainkan bagaimana negara menempatkan pendidikan sebagai fondasi pembangunan SDM.
Ia pun menutup dengan seruan agar indikator kinerja dosen direformasi menjadi lebih berkualitas, kompetitif, berdampak, sekaligus manusiawi.
Anggaran Pendidikan 2025
Dalam forum tersebut, Sri Mulyani juga menyoroti besarnya alokasi anggaran pendidikan tahun 2025 yang mencapai Rp724,3 triliun.
Dana ini dibagi ke dalam tiga kluster Utama yaitu manfaat langsung bagi siswa dan mahasiswa, gaji serta tunjangan guru dan dosen, serta pembangunan infrastruktur pendidikan.
Untuk tenaga pendidik, anggaran mencakup gaji, tunjangan profesi, hingga sertifikasi.
Tunjangan profesi guru non-PNS diberikan kepada sekitar 477,7 ribu orang, sedangkan sertifikasi ditujukan bagi 666,9 ribu guru.
Selain itu, APBN juga mendanai berbagai program, seperti Program Indonesia Pintar (PIP) untuk 20,4 juta siswa, KIP Kuliah untuk 1,1 juta mahasiswa, BOS bagi 9,1 juta pelajar, BOPTN untuk hampir 200 PTN, serta beasiswa LPDP dan program digitalisasi pendidikan.
Rencana Kenaikan Gaji Guru di Era Prabowo
Kebijakan Presiden Prabowo Subianto soal kesejahteraan guru juga ikut mendapat sorotan.
Sejak awal masa jabatannya, ia menegaskan bahwa pendidikan menjadi prioritas.
Dalam peringatan Hari Guru Nasional di Rawamangun, Jakarta, 28 November 2024, Prabowo mengumumkan rencana kenaikan gaji guru mulai 2025.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti menjelaskan, guru ASN akan memperoleh tambahan setara satu kali gaji pokok, sementara guru non-ASN bersertifikat akan mendapat tambahan Rp2 juta.
Namun, kebijakan ini hanya berlaku untuk guru di bawah Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, bukan Kementerian Agama.
Secara total, anggaran kesejahteraan guru tahun 2025 mencapai Rp81,6 triliun.
Jumlah ini mencakup 1,93 juta guru bersertifikat, ditambah rencana BLT bagi guru non-ASN yang belum bersertifikat.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi kemudian meluruskan detail teknisnya yaitu guru non-ASN bersertifikat sebelum 2024 mendapat tambahan Rp500 ribu sehingga total tunjangan menjadi Rp2 juta per bulan.
Sementara guru yang baru lulus sertifikasi pada 2024 langsung menerima Rp2 juta penuh.
Prabowo juga mengalokasikan tambahan Rp16,7 triliun untuk kesejahteraan guru ASN dan non-ASN.
Dengan tambahan ini, total anggaran kesejahteraan guru mencapai Rp81,6 triliun pada 2025.
Anggaran Pendidikan 2026
Dalam RAPBN 2026, pemerintah menetapkan anggaran pendidikan sebesar Rp757,8 triliun.
Dari jumlah itu, porsi khusus untuk tenaga pendidik hanya mencapai Rp178,7 triliun.
Rinciannya, Tunjangan Profesi Guru (TPG) Non-PNS dialokasikan Rp19,2 triliun untuk 754.747 guru.
Sedangkan TPG ASN Daerah menyerap porsi terbesar, yakni Rp68,7 triliun, yang akan diberikan kepada 1,6 juta guru.
Selain itu, ada juga Tunjangan Penempatan Daerah (TPD) Non-PNS senilai Rp3,2 triliun untuk 80.325 guru.
Jika digabung dengan komponen lain seperti TPG PNS, TPD PNS, dan gaji tenaga pendidik, total anggaran untuk guru dan dosen mencapai Rp82,9 triliun.
Namun, angka ini masih jauh di bawah alokasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang mencapai Rp335 triliun.
Kondisi tersebut memunculkan perdebatan publik, mengapa kesejahteraan guru terlihat kalah prioritas dibanding program lain?
Bagaimana pemerintah menyeimbangkan kebutuhan fiskal dengan tuntutan kesejahteraan pendidik?
Apakah melibatkan masyarakat dalam pembiayaan pendidikan bisa menjadi jawaban, atau justru memperlebar jurang akses pendidikan?
Pertanyaan ini masih menunggu kejelasan dari pemerintah.