Serikat Pekerja PT Taru Martani Unjuk Rasa di DPRD DIY, Keluhkan Sikap Atasan Arogan dan Galak, Ini Respon Perusahaan
HAIJOGJA.COM – Sejumlah karyawan PT Taru Martani, salah satu BUMD di DIY, mendatangi kantor DPRD DIY pada Rabu (27/8/2025) untuk menyampaikan keluhan mereka.
Ketua Serikat Pekerja, Suharyanto, menuturkan banyak pekerja merasa tidak nyaman karena sikap atasan yang dinilai arogan dan sering memarahi bawahan.
Menurutnya, perintah kerap disampaikan dengan nada tinggi dan kasar, sehingga membuat suasana kerja jadi menekan.
“Dibentak-bentak, istilahnya kalau sesuatu seharusnya enggak dibentak itu sudah dibentak-bentak,” katanya ditemui di DPRD DIY, Rabu (27/8/2025), dikutip dari Kompas.
“Perintah apa-apa itu keras, kata-katanya keras,” imbuh dia.
Akibat kondisi itu, setidaknya 12 pegawai memilih mengundurkan diri.
“Banyak yang resign walaupun alasan resign-nya kan enggak berani ditulis langsung alasan begitu,” ujar dia.
Menariknya, salah satunya adalah pejabat HRD yang baru dua bulan menjabat, tetapi sudah memutuskan resign lantaran tidak tahan dengan suasana kerja.
“HRD baru 2 bulan menjabat sudah minta resign,” imbuhnya.
Selain masalah sikap manajemen, pekerja juga mengeluhkan soal pemotongan uang lembur.
Suharyanto menyebut, misalnya pekerja lembur 4 jam, tetapi yang dihitung hanya 3,5 jam.
Meskipun ada bantuan dari komisaris, persoalan ini tetap menjadi salah satu sumber keresahan karyawan.
“Pemotongannya misalkan 4 jam lembur itu dipotong setengah jam. Bantuan Pak Komisaris lemburnya sudah terbayarkan,” katanya.
Respon Perusahaan PT Taru Martani
Sementara itu, Direktur Utama PT Taru Martani, Widayat Joko Priyanto, yang juga hadir dalam audiensi, memberikan klarifikasi.
Ia menegaskan bahwa dirinya memang selalu bersikap tegas dalam urusan pekerjaan, terutama jika menyangkut produktivitas dan adanya penyimpangan.
“Saya selalu tegas dalam beberapa hal kaitannya dengan produktivitas dan penyimpangan. Bisa dicek juga saya dalam banyak hal juga,” kata Widayat, dikutip dari Kompas.
Menurut Widayat, salah satu karyawan terakhir yang keluar justru karena mendapat tawaran kerja di perusahaan lain dengan gaji lebih tinggi.
Terkait tudingan adanya pemotongan upah lembur, Widayat juga membantah.
“Itu tidak benar, yang terakhir resign karena diterima di perusahaan lain. Gajinya saya tanya naik signifikan, kita tidak bisa melarang,” ujar dia.
Ia menyebut persoalan itu hanya terjadi karena miskomunikasi, bukan pemotongan sepihak dari perusahaan.
“Kita sudah mengikuti regulasi yang terkini. Seluruh karyawan Taru Martani upah tidak ada yang di bawah UMR. Semuanya di atas UMR,” jelasnya.