Ramai Isu Royalti Musik: Bongkar Tugas LMKN, Dana, dan Polemik Transparansi
HAIJOGJA.COM – Belakangan ini, isu soal royalti musik lagi ramai dibicarakan.
Nama LMK dan LMKN sering muncul karena kedua lembaga ini punya peran penting dalam mengumpulkan dan menyalurkan royalti kepada para musisi serta pencipta lagu.
Meski begitu, masih banyak orang yang belum tahu cerita awal terbentuknya LMK dan LMKN, juga apa saja tugas yang dijalankan.
Nah, biar nggak penasaran, yuk kita kupas tuntas!
Asal Usul dan Tugas LMKN
Mengutip dari situs resminya, Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) resmi berdiri pada 2014, lahir berkat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Tugas utamanya adalah mengumpulkan dan menyalurkan royalti dari penggunaan musik di seluruh Indonesia.
Ada banyak sektor yang wajib membayar royalti ke LMKN ketika memanfaatkan karya lagu, seperti restoran, kafe, hotel, karaoke, konser, bioskop, seminar, transportasi umum, stasiun TV dan radio, sampai nada tunggu telepon.
Dalam menjalankan tugasnya, LMKN dibantu oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang mengelola royalti dari para musisi anggotanya.
Saat ini, ada 12 LMK di bawah naungan LMKN, di antaranya KCI, WAMI, RAI, PELARI Nusantara, LANGGA KRERASI BUDAYA, SELMI, ARMINDO, ARDI, PAPPRI, PRISINDO, PROINTIM, dan SMI.
Susunan Komisioner LMKN Periode 2022–2025
Di situs resminya, LMKN juga memaparkan daftar komisioner yang menjabat untuk periode 2022–2025.
Menariknya, beberapa di antaranya adalah musisi nasional yang cukup dikenal publik.
Berikut susunannya:
- Ketua LMKN: Dharma Oratmangun
- Komisioner LMKN Pencipta: Waskito, Makki Omar Parikesit, Tito Soemarsono, Andre Hehanusa
- Komisioner LMKN Hak Terkait: Yessi Kurniawan, Ikke Nurjanah, Johnny Maukar, Marcell Siahaan, Bernard Nainggolan
LMK dan LMKN Berhak Memakai Sebagian Dana Royalti
Lewat akun Instagramnya, Anji Manji pernah menjelaskan bahwa LMKN bukanlah lembaga pemerintah, melainkan lembaga bantu pemerintah yang tidak dibiayai APBN.
Menurut Anji, LMKN berhak memakai maksimal 20% dari total royalti yang mereka kumpulkan dalam setahun.
Ia juga menuturkan, LMKN pernah menolak mempublikasikan laporan audit kinerja dan keuangan, karena merasa tidak wajib melaporkannya ke publik.
Namun, laporan tersebut tetap disampaikan kepada Kementerian Hukum dan HAM.
Saat berita ini dibuat, laman Financial Statement di situs resmi LMKN tidak menampilkan data apapun.
Yang ada hanya rincian distribusi royalti masing-masing LMK selama setahun terakhir, yakni terakhir di 2024, tanpa detail lain selain angka totalnya saja.
Polemik Transparansi yang Terus Membayangi LMK dan LMKN
Isu soal transparansi dalam pengumpulan dan pembagian royalti bukanlah hal baru.
Selama beberapa tahun terakhir, banyak musisi dan pencipta lagu mempertanyakan keterbukaan LMK dan LMKN.
Pada 2022, Ahmad Dhani memutuskan keluar dari keanggotaan WAMI karena menilai LMK tersebut kurang transparan.
Setahun kemudian, Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) yang dipimpin Piyu Padi melaporkan LMKN ke Kantor Staf Presiden, menyoroti mekanisme pengumpulan dan penyaluran royalti yang dianggap belum optimal dan terbuka.
Protes juga pernah muncul terkait perhitungan tarif yang dinilai tidak adil, serta penggunaan dana royalti untuk biaya operasional LMK dan LMKN.
Hingga kini, kata Anji, masih banyak anggota LMK dan LMKN yang merasa tidak percaya pada kedua lembaga itu.
“Bagaimana mereka meng-collect royalti, dan juga bagaimana sistem yang dilakukan untuk mendistribusikan royalti secara adil dan merata, itu yang jadi PR dan harus ditanyakan. Tentang transparansi bagaimana sih sebenarnya cara pendistribusian royalti? Apakah sampai kepada yang berhak? Apakah benar cara perhitungannya? Bagaimana cara penghitungannya? Itu yang harus kita tanya bersama,” ujar Anji, dikutip dari IDN Times.
Seperti halnya Ari Lasso, Anji mengajak para musisi untuk bersatu tanpa membawa nama asosiasi tertentu, lalu duduk bersama dengan LMK dan LMKN untuk membahas transparansi hingga aturan distribusi royalti.