Perda Baru Minuman Beralkohol di Yogyakarta: Oplosan Dilarang Total, Penjualan Diperketat
HAIJOGJA.COM – DPRD Kota Yogyakarta melalui Panitia Khusus (Pansus) Raperda Minuman Beralkohol akhirnya menyepakati rancangan aturan baru yang secara menyeluruh mengatur pengendalian, pengawasan, dan pelarangan minuman beralkohol.
Regulasi ini dijadwalkan akan disahkan pada akhir bulan November 2025.
Perda Baru Minuman Beralkohol di Yogyakarta
Susanto Dwi Antoro, ketua Pansus Raperda Minuman Beralkohol, mengatakan bahwa aturan ini dibuat melalui proses yang menyeluruh.
Tujuannya adalah untuk mengurangi efek negatif dari peredaran dan konsumsi minuman beralkohol terhadap ketertiban umum, kesehatan masyarakat, keamanan, dan nilai sosial budaya di Kota Yogyakarta.
“Peningkatan jumlah penduduk, arus wisatawan, dan pertumbuhan ekonomi mendorong tingginya permintaan, sehingga pengendalian dan pengawasan ketat mutlak diperlukan untuk melindungi masyarakat, terutama generasi muda, dari risiko penyalahgunaan dan dampak negatifnya,” tegasnya, dikutip dari Kr Jogja.
Proses penyusunan peraturan ini melibatkan banyak perselisihan.
Pembahasannya memakan waktu hampir satu tahun dan sempat ditunda pada waktu yang sama.
Untuk memastikan bahwa aturan yang dibuat benar-benar menyeluruh dan dapat diterapkan secara efektif, Susanto menyatakan bahwa proses panjang itu merupakan bagian dari upaya untuk menyerap aspirasi masyarakat.
Oplosan Dilarang Total
Larangan total produksi, distribusi, dan konsumsi minuman oplosan merupakan salah satu poin penting dari Perda ini.
Pansus meminta Pemerintah Kota Yogyakarta untuk menindak tegas siapa pun yang terlibat dalam pembuatan atau penjualan minuman oplosan.
Selain itu, Perda juga mengklasifikasikan minuman beralkohol menjadi tiga golongan berdasarkan kadar etanolnya:
- Golongan A: hingga 5 persen, boleh dijual di supermarket atau hypermarket.
- Golongan B: 5–20 persen.
- Golongan C: 20–55 persen.
Untuk dua golongan terakhir, penjualannya dibatasi hanya di hotel bintang tiga ke atas atau pub, dan hanya boleh dikonsumsi di tempat.
“Secara tegas, penjualan minuman beralkohol dilarang di sejumlah tempat, termasuk area permukiman, minimarket, radius 100 meter dari tempat ibadah atau pendidikan, kaki lima, pasar rakyat, stasiun, terminal, dan lain sebagainya,” tandas Susanto.
Minuman beralkohol yang diizinkan beredar hanyalah yang telah berizin dan berlabel resmi dalam kemasan.
Ia juga menambahkan bahwa hanya minuman beralkohol berizin dan berlabel resmi yang boleh beredar di pasaran.
Guna memperkuat pengawasan, Pansus mendorong Pemkot Yogyakarta membuat sistem pelaporan digital agar masyarakat bisa dengan mudah melaporkan dugaan pelanggaran.
Aturan ini mengatur mulai dari perizinan, distribusi, promosi, hingga sanksi pidana.
Pelanggar dapat dijatuhi hukuman kurungan hingga 3 tahun atau denda maksimal Rp50 juta.
Susanto berharap, dengan diberlakukannya Perda ini, pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol di Yogyakarta bisa berjalan lebih optimal, menjaga ketertiban umum, serta melindungi masyarakat dari risiko penyalahgunaan alkohol.
