HAIJOGJA.COM – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan bahwa lebih dari 570 ribu penerima bantuan sosial (bansos) diduga terlibat dalam aktivitas judi online.

Menanggapi hal ini, Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Andreas Budi Widyanta, mengingatkan agar masyarakat tidak serta-merta menyalahkan individu penerima bantuan tersebut.

Cerminan Kegagalan Negara

Menurut Widyanta, keterlibatan mereka dalam judi online merupakan cerminan kegagalan negara dalam memberikan perlindungan dan edukasi digital.

“Ini bukan soal moralitas individu semata, tapi soal absennya negara dalam memberi perlindungan dan literasi digital pada warganya,” ujar Widyanta dalam keterangan tertulis Humas UGM, Kamis (10/07/2025), dikutip dari Kompas.

Ia menyebut bahwa ketidakakuratan data bansos dan rendahnya literasi digital menjadi dua masalah utama yang mendorong masyarakat, khususnya kelompok rentan, terjerat praktik judi daring.

Selain itu, ia menyoroti peran negara yang dinilai pasif, bahkan terkesan membiarkan maraknya judi online.

Komdigi Tidak Maksimal Menanggulangi Peredaran Situs Ilegal

Kritik pun dilayangkan kepada Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang dianggap tidak maksimal dalam menanggulangi peredaran situs-situs ilegal tersebut.

Widyanta menilai hal ini sebagai bentuk kekerasan sistemik, di mana masyarakat tidak hanya terjerat judi, tapi juga terpuruk akibat utang pinjaman online dan tekanan ekonomi lainnya.

Ia menegaskan bahwa bansos tidak seharusnya menciptakan ketergantungan, tetapi menjadi jalan menuju kemandirian.

“Negara membiarkan bahkan memfasilitasi praktik judi online yang jelas-jelas merugikan rakyat. Seharusnya negara melindungi, bukan mengeksploitasi,” ungkapnya.

Oleh karena itu, pemberdayaan ekonomi dan sosial harus menjadi bagian penting dari program bantuan pemerintah.

Ia menutup pernyataannya dengan menekankan bahwa warga miskin adalah korban sistem, bukan pelaku utama, dan negara harus bertanggung jawab atas kondisi ini.

Penerima Bansos Terindikasi Bermain Judol

Sebelumnya, Ketua Tim Humas PPATK M. Natsir menyampaikan bahwa dari 28,4 juta NIK penerima bansos, 9,7 juta di antaranya terindikasi bermain judi online (judol).

Dari jumlah tersebut, 571.410 NIK diketahui merupakan penerima bansos aktif.

Nilai transaksi yang tercatat mencapai hampir Rp 1 triliun hanya dari satu bank, menandakan bahwa permasalahan ini sangat serius dan bukan sekadar kelalaian administratif, melainkan bentuk penyalahgunaan bantuan negara untuk aktivitas ilegal.

“Tercatat telah dilakukan lebih dari 7,5 juta kali transaksi judi dengan total deposit mencapai Rp 957 miliar. Dan itu baru dari satu bank saja. Jika terus ditelusuri, angkanya bisa lebih besar,” tambahnya.