Menteri HAM Pigai Usul Sediakan Ruang Demokrasi di Halaman DPR: Lebih Aman, Aksi Unjuk Rasa Tak Ganggu Aktivitas di Jalan
HAIJOGJA.COM – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengusulkan agar halaman Kompleks DPR RI dijadikan sebagai ruang demokrasi.
Gagasan ini memungkinkan masyarakat menyampaikan aspirasi secara damai dan efektif.
Usulan tersebut dinilai sebagai langkah strategis dalam memperkuat praktik demokrasi substantif.
Di mana, penyampaian pendapat publik dapat berlangsung tanpa mengganggu ketertiban umum dan tetap mencerminkan simbol kedaulatan rakyat di pusat parlemen.
“Masyarakat berhak menyampaikan pendapat secara damai. Negara bukan hanya menghormati, tetapi juga berkewajiban memastikan ruang itu ada,” kata Pigai dalam pernyataan tertulis, Minggu (14/9).
Menurut Pigai, halaman DPR RI merupakan lokasi ideal yang secara strategis dapat mempertemukan masyarakat dengan lembaga yang mewakili mereka, sehingga usulan ini patut dipertimbangkan secara serius.
Usulan tersebut juga sejalan dengan pernyataan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, pada 31 Agustus 2025.
Di tengah ketegangan yang meningkat pada akhir bulan Agustus lalu, Presiden menegaskan, “Kebebasan menyampaikan pendapat dijamin oleh United Nations International Covenant on Civil and Political Rights Pasal 19 dan juga Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998.”
Hak masyarakat untuk menyampaikan pendapat juga telah dijamin dalam Pasal 28E UUD 1945, yang menekankan kebebasan berserikat, berkumpul, dan menyampaikan pendapat.
Pernyataan ini mempertegas konsistensi pemerintah dalam menjunjung tinggi komitmen terhadap kebebasan berekspresi sesuai standar nasional dan internasional.
Namun, praktik demonstrasi di Indonesia sering kali menimbulkan gesekan di tengah masyarakat, terutama akibat pemilihan lokasi unjuk rasa di jalan raya yang menyebabkan kemacetan hingga potensi konflik.
Penyediaan ruang demonstrasi di dalam halaman DPR dianggap sebagai solusi untuk menjawab dilema antara menjamin hak sipil dan menjaga ketertiban umum.
Alasan Utama Pentingnya Ruang Demokrasi di Halaman DPR RI
Setidaknya terdapat delapan alasan utama mengapa ruang demonstrasi di halaman DPR penting:
– Mewujudkan simbol demokrasi yang otentik karena langsung berada di pusat kekuasaan rakyat.
– Dekat dengan sasaran aspirasi sehingga memudahkan penyampaian langsung ke wakil rakyat.
– Mengurangi dampak negatif pada lalu lintas ibu kota karena massa tidak lagi turun ke jalan utama.
– Menjaga ketertiban umum dan memudahkan pengamanan.
– Mendorong budaya dialog langsung antara masyarakat dan wakil rakyat.
– Menghilangkan stigma negatif terhadap aksi demonstrasi.
– Memberikan efisiensi logistik dengan tersedianya fasilitas permanen.
– Menjadi preseden bagi DPRD di daerah untuk menyediakan fasilitas serupa.
Konsep Ruang Demokrasi di Berbagai Negara
Konsep ruang demonstrasi sebenarnya telah diterapkan di beberapa negara.
Jerman memiliki alun-alun publik di Berlin yang bisa digunakan untuk demonstrasi besar dengan pemberitahuan resmi.
Inggris menetapkan Parliament Square sebagai lokasi unjuk rasa dengan izin khusus.
Singapura menyediakan Speakers’ Corner di Hong Lim Park, sedangkan Amerika Serikat memiliki zona kebebasan berpendapat (free speech zones) dalam acara politik besar.
Korea Selatan memang melarang aksi di dekat istana, parlemen, dan pengadilan, namun memfasilitasi aksi massa di ruang publik seperti Gwanghwamun Square.
Pengalaman dari berbagai negara ini menjadi pelajaran penting.
Di Singapura, Speakers’ Corner kerap dikritik karena justru membatasi ruang demokrasi.
Sebaliknya, Jerman dan Korea Selatan berhasil menunjukkan bahwa ruang aspirasi di pusat kota dapat memperkuat praktik demokrasi tanpa membatasi pilihan lokasi aksi.
Perjalanan Ruang Demokrasi di Indonesia
Di Indonesia, gagasan serupa pernah dimunculkan dalam Rencana Strategis DPR RI 2015–2019 melalui usulan pembangunan Alun-alun Demokrasi.
Lokasi yang diusulkan berada di sisi kiri kompleks DPR, mencakup area Taman Rusa, lapangan futsal, dan tempat parkir.
Dirancang untuk menampung hingga 10.000 orang, alun-alun tersebut direncanakan memiliki panggung orasi permanen, sistem pengeras suara, jalur evakuasi, serta akses yang aman.
Peresmian simbolis sempat dilakukan pada 21 Mei 2015, namun proyek ini tidak dilanjutkan.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga pernah mencoba menghadirkan ruang serupa melalui pembangunan Taman Aspirasi di Plaza Barat Laut Monas pada 2016.
Meski memiliki area seluas sekitar 1.000 m2 dengan fasilitas mural dan ruang ekspresi publik, ruang ini tidak diresmikan sebagai tempat demonstrasi yang diakui secara hukum, dan cenderung bersifat simbolik.
Pigai menegaskan bahwa usulan ruang demokrasi di halaman DPR tidak dimaksudkan untuk membatasi lokasi demonstrasi hanya di satu tempat.
Sebaliknya, hal ini menjadi tambahan ruang resmi yang representatif, aman, dan simbolis.
Dengan pendekatan ini, Indonesia diharapkan dapat memperluas fasilitasi demokrasi substantif dan menghindari pembatasan kebebasan sipil melalui regulasi yang ketat.
Menteri HAM menyatakan bahwa inisiatif menjadikan halaman DPR sebagai ruang demonstrasi merupakan kesempatan kedua untuk merealisasikan ide yang sudah lama tertunda.
“Dulu, DPR pernah menuliskannya dalam renstra, Pemprov DKI pernah membangunnya di Monas. Kini, dengan momentum politik yang tepat, kita bisa memastikan ruang demokrasi itu benar-benar hadir, bukan sekadar wacana,” ujar Natalius Pigai.