HAIJOGJA.COM — Lorong Sayur Gembira Rejowinangun menambah keunikan Kota Jogja.

Di tengah padatnya permukiman Kota Yogyakarta yang minim ruang terbuka hijau, sekelompok ibu-ibu di RW 06 Kampung Rejosari, Kelurahan Rejowinangun, Kotagede, menciptakan inovasi luar biasa.

Mereka berhasil menyulap lorong sempit dan lahan terbatas menjadi kebun hijau produktif yang tidak hanya menyejukkan mata, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan keluarga.

Awal Mula Lahirnya Lorong Sayur Gembira

Lorong Sayur Gembira ini lahir dari ibu-ibu yang tergabung dalam Kelompok Tani Lorong Sayur Gembira RW 06 Rejowinangun.

Komunitas ini telah berdiri sejak tahun 2018.

Berawal dari semangat kebersamaan dan kepedulian terhadap lingkungan, kelompok ini kini memiliki 20 anggota aktif yang seluruhnya merupakan ibu rumah tangga di wilayah tersebut.

Dipimpin oleh Elly, sosok perempuan sederhana penuh dedikasi, Poktan Lorong Sayur Gembira menjadi contoh nyata urban farming di tengah keterbatasan ruang.

Elly menceritakan bahwa ide awal kelompok ini muncul setelah para ibu mengikuti pelatihan wall planter pada 2018.

“Waktu itu kami sadar, kampung Rejosari tidak memiliki banyak lahan kosong. Jadi kami belajar bagaimana cara bercocok tanam secara vertikal, memanfaatkan dinding dan lorong-lorong sempit yang selama ini terbengkalai,” tuturnya.

Dari Gang Sempit Jadi Kebun Hijau yang Subur

Keterbatasan lahan justru memunculkan kreativitas.

Lorong yang sebelumnya hanya menjadi jalur pejalan kaki kini disulap menjadi lorong hijau dengan beragam tanaman sayur dan toga (tanaman obat keluarga).

Jenis tanaman yang dibudidayakan meliputi kobis, terong, kangkung, bayam, hingga sawi.

Untuk tanaman obat keluarga, mereka menanam jahe, kunyit, kencur, serai, dan berbagai herbal yang dibutuhkan warga sekitar.

Selain untuk kebutuhan rumah tangga, hasil panen juga memiliki nilai jual.

“Kebetulan di area Rejowinangun memang banyak penjual tanaman. Jadi banyak yang datang ke sini khusus mencari toga. Selain bisa dimanfaatkan sendiri, tanaman kami juga bisa dijual. Lumayan bisa menambah pemasukan untuk ibu-ibu,” jelas Elly.

Kunci Keberhasilan Lorong Sayur Gembira

Keberhasilan kebun lorong ini tidak lepas dari sistem manajemen yang baik.

Elly dan anggota kelompok membuat jadwal rutin perawatan tanaman, di mana setiap hari empat hingga lima orang bertugas menyiram, membersihkan gulma, dan memantau kondisi tanaman.

Saat masa tanam tiba, seluruh anggota ikut terlibat.

“Kalau masa tanam, semua anggota harus ikut. Kami tanam bareng-bareng, supaya hasilnya juga bisa dirasakan bersama,” ujarnya.

Dengan sistem gotong royong ini, tanaman tetap terawat baik meski lahan yang digarap cukup sempit dan memanjang mengikuti lorong.

Lorong Sayur Gembira Jadi Media Silaturahmi

Kini, lorong di RW 06 Rejosari bukan sekadar jalan setapak, tetapi menjadi ruang hijau yang hidup, produktif, dan menjadi sarana interaksi sosial antarwarga.

Hampir setiap hari para ibu berkumpul untuk merawat tanaman atau berbincang santai sambil berbagi pengalaman.

Lorong yang dulu sepi kini dipenuhi suasana hangat dan kebersamaan.

Elly berharap pemerintah dan masyarakat luas lebih memperhatikan inisiatif seperti ini.

“Kami ingin menunjukkan bahwa meski hanya ibu rumah tangga biasa, kami juga bisa berbuat untuk lingkungan, keluarga, bahkan perekonomian. Semoga semakin banyak lorong-lorong lain yang ikut hijau,” katanya.

Dukungan Pemerintah Kembangkan Lorong Sayur Gembira

Lurah Rejowinangun Handani Bagus Setyarso memberikan apresiasi tinggi terhadap inisiatif warganya.

Menurutnya, kegiatan yang dilakukan oleh ibu-ibu RW 06 bukan hanya berkebun, tetapi juga membawa manfaat luas bagi lingkungan dan masyarakat.

“Kami sangat bangga dengan kreativitas ibu-ibu di RW 06. Mereka mampu mengubah lorong sempit menjadi ruang hijau yang produktif. Selain menghasilkan pangan sehat untuk keluarga, kegiatan ini juga mendukung ketahanan pangan lokal dan memperkuat semangat gotong royong di masyarakat,” ujarnya.

Handani berharap keberhasilan Kelompok Tani Lorong Sayur Gembira dapat ditiru oleh RW lainnya di wilayah Rejowinangun.

“Keberhasilan kelompok tani ini menjadi bukti nyata bahwa keterbatasan lahan bukanlah penghalang untuk menciptakan pertanian produktif di perkotaan. Apa yang dilakukan oleh ibu-ibu RW 06 Rejosari bisa menjadi contoh dan inspirasi bagi kampung-kampung lain,” imbuhnya.