HAIJOGJA.COM – Sebagai informasi dari Badan Pusat Statistik (BPS) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Bandara Internasional Yogyakarta (YIA) menerima 10.960 wisman sejak September 2025.

Angka ini meningkat 13,92% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (tahun ke tahun/yoy), tetapi turun 12,70% dibandingkan Agustus 2025.

Kunjungan Wisman ke Yogyakarta Naik 13,92%

Menurut Statistisi Utama BPS DIY, Sentot Bangun Widoyono, Malaysia menyumbang 45,69% atau 5.008 kunjungan wisatawan asing.

Disusul oleh Singapura (10,87%), Prancis (4,59%), Jepang (3,22%), dan Amerika Serikat (2,86%).

“Pertumbuhan signifikan secara tahunan tercatat dari kawasan ASEAN, khususnya Singapura yang meningkat hingga 15,07%,” ujarnya, Selasa (5/11/2024), dikutip dari Harian Jogja.

Untuk wisatawan nusantara (wisnus), Sentot melaporkan bahwa jumlah perjalanan ke DIY pada September 2025 mencapai 3,04 juta.

Angka ini meningkat 1,16% dibandingkan bulan sebelumnya, tetapi sedikit menurun 0,38% dari tahun sebelumnya.

Dari total perjalanan, 1,26 juta (41,45%) berasal dari antarkabupaten/kota DIY, sementara 1,78 juta (58,55%) berasal dari luar provinsi.

Secara regional, hampir semua kabupaten/kota DIY melihat peningkatan jumlah pengunjung domestik, kecuali Kabupaten Sleman yang mengalami penurunan tipis 3,46%.

“Kenaikan tertinggi dicatat oleh Kabupaten Gunungkidul, yakni 13,40%,” jelasnya.

Tingkat Penghunian Kamar (TPK) di hotel berbintang DIY tercatat 48,27%, turun 3,08 poin setiap tahun.

Hotel nonbintang mencatat TPK 22,23%, turun 1,42 poin dari sebelumnya.

621.043 orang telah menginap di hotel berbintang maupun nonbintang, dengan 95,6% dari mereka adalah wisatawan domestik.

“Kondisi ini menegaskan bahwa pasar wisatawan lokal masih menjadi tulang punggung sektor pariwisata DIY, sementara wisman mulai menunjukkan tanda pemulihan yang positif menjelang akhir tahun,” ujarnya.

Tingkat okupansi hotel DIY pada Oktober 2024 rata-rata 40%–50%, kata Deddy Pranowo Eryono, Ketua PHRI DIY.

Namun, angka-angka ini masih sementara.

Tahun ini memang terasa lebih lesu daripada Oktober 2023, ketika itu bisa mencapai 55 hingga 70 persen.

Menurut Deddy, sejumlah faktor yang berkontribusi pada penurunan tingkat hunian hotel, termasuk pembatalan sejumlah acara nasional yang seharusnya menjadi bagian dari kalender pariwisata, serta daya beli masyarakat yang belum pulih sepenuhnya.

“Bulan November ini juga belum kelihatan ‘hilal’-nya, masih lesu,” jelasnya.