Kinerja ITF Bawuran Belum Maksimal, Bupati Bantul Ungkap Penyebabnya
HAIJOGJA.COM – Fasilitas pengolahan sampah Intermediate Treatment Facility (ITF) Bawuran di Kapanewon Pleret, Bantul, kembali jadi perhatian publik karena dinilai belum bisa beroperasi maksimal sesuai kapasitasnya.
Menanggapi hal ini, Bupati Bantul Abdul Halim Muslih menegaskan bahwa persoalan utama bukan pada mesinnya, melainkan pada kondisi sampah yang masuk ke lokasi tersebut.
“ITF Bawuran itu salah satu insenerator milik pemerintah di DIY yang ada di Kabupaten Bantul, milik badan usaha milik daerah Bantul yang memang dirancang untuk memusnahkan sampah,” ujar Halim Rabu (22/10/2025), dikutip dari Harian Jogja.
Menurutnya, insinerator yang dikelola oleh Perumda Aneka Dharma itu sebenarnya mampu membakar lebih dari 50 ton sampah per hari.
Namun, kenyataannya, fasilitas ini baru bisa mengolah sekitar 20 hingga 25 ton per hari, baru separuh dari kapasitas maksimalnya.
Kinerja ITF Bawuran Belum Maksimal
Halim menilai, rendahnya volume pengolahan bukan karena alatnya rusak, melainkan karena sampah yang masuk masih terlalu basah.
Kondisi tersebut membuat proses pembakaran tidak berjalan sempurna.
“Karena sampah yang disetor itu adalah sampah basah, mesti dikeringkan dulu. Tetapi, kalau sampah di ITF Bawuran kering, saya yakin kapasitas mesin untuk membakar itu mampu bekerja secara optimal,” katanya.
Ia menambahkan, seberapa pun panas suhu pembakaran, hasilnya tidak akan maksimal jika bahan bakarnya mengandung air terlalu banyak.
Karena itu, proses pengeringan menjadi langkah penting sebelum sampah dimasukkan ke mesin pembakar.
“Jadi kapasitasnya masih 20-25 ton sampah per hari yang diolah dan ini, rencananya, Perumda Aneka Dharma akan memperbaiki kapasitas mesin itu dengan mesin baru,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bantul, Bambang Purwadi Nugroho, membenarkan bahwa masalah di ITF Bawuran terjadi karena karakteristik sampah yang tidak sesuai dengan spesifikasi mesin.
“Beban mesin menjadi berat dan susah melakukan pengolahan kalau kandungan sampahnya melebihi ambang batas.
Jadi, kandungan airnya tinggi dan bercampur. Artinya, dari hulu, sampahnya pada tidak dipilah,” ujar Bambang.
DLH Bantul kini mendorong masyarakat untuk lebih disiplin memilah sampah sejak dari rumah.
Pemerintah juga tengah menggalakkan kebijakan pengelolaan sampah dari sumbernya agar pengolahan di ITF bisa lebih efisien.
Bambang berharap, sampah organik bisa dikelola langsung di rumah menggunakan cara sederhana, seperti membuat lubang biopori, komposter, atau jugangan. Dengan begitu, sampah basah tidak lagi menumpuk di ITF.
“Kalau kandungan air sampahnya tinggi, kan pengolahan sampah itu menjadi sulit. Proses pembakarannya juga jadi sulit. Dan itu akan berpengaruh pada alat-alat. Karena kalau sampah campur jadi satu, gado-gado, lengket di mesinnya, mesinnya tidak mau jalan,” katanya.
Selain itu, Bambang juga mengungkap bahwa ditemukan sampah logam seperti besi dan aluminium di fasilitas tersebut.
Jenis material seperti ini bisa menyebabkan korosi dan memperpendek umur mesin pembakaran.
Dengan berbagai kendala itu, Pemkab Bantul berkomitmen untuk terus mengevaluasi sistem pengelolaan sampah di ITF Bawuran agar bisa berjalan lebih optimal.
“Jadi, kalau bisa sampah yang diolah menggunakan mesin pembakaran bukan besi, bukan kayu, bukan aluminium, dan sejenisnya,” ujarnya.