HAIJOGJA.COM – Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menyatakan bahwa semua elemen masyarakat harus bersatu dalam semangat kebersamaan dan toleransi dalam acara Jagongan Manuk Padha Muni XXXIV.

Gubernur juga menggarisbawahi bahwa mayoritas seharusnya melindungi kelompok minoritas, dan bukan sebaliknya.

Dalam konteks ini, semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” mengacu pada keragaman yang ada di Indonesia dan pentingnya menghormati dan menghargai perbedaan budaya, agama, suku, dan latar belakang lainnya.

Pernyataan tersebut mencerminkan prinsip inklusi, kesetaraan, dan perdamaian di tengah keragaman.

Semua ini menunjukkan komitmen Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X terhadap nilai-nilai toleransi, persatuan, dan keberagaman di Indonesia, serta pentingnya menjaga integritas bangsa melalui pendekatan inklusif.

“Tidak boleh ada hal yang mengancam integritas lagi. Semua harus melebur dalam kebersamaan dan toleransi. Karena itu kita sering adakan dialog. Musyawarah dan mufakat menjadi kearifan lokal kita. Harapan saya justru mayoritas melindungi yang kecil bukan sebaliknya. Masalah seperti ini semestinya sudah tuntas,” tutur Sri Sultan pada acara yang bertema topik ‘Cakrawala Kebangsaan’ ini.

Sebagai daerah yang menyandang predikat Kota Pelajar, Sri Sultan pun berharap, para pendatang dari luar daerah DIY dengan beragam latar belakang suku dan etnis dapat membawa manfaat dan menyesuaikan diri dengan baik dengan masyarakat sekitar. Membangun dialog bersama, sehingga masing-masing pihak dapat hidup harmonis karena saling mengenal dan menghargai budaya satu sama lain.

“Harapan saya pendatang itu juga membawa manfaat karena akan tumbuh dialog-dialog budaya, transformasi budaya, menjadi masyarakat yang inovatif dan kreatif. Saya juga berharap, suasana belajar bagi masyarakat pendatang dan sebagainya itu yang datang ke sini bisa menyesuaikan diri. Jangan hanya tinggal di asrama tapi juga bisa berdialog dengan masyarakat lokal khususnya dan masyarakat dari daerah lain,” terang Sri Sultan.

Sri Sultan berharap agar masyarakat dapat merangkul dan menggagap dirinya sebagai orang tua pengganti bagi para pelajar pendatang yang menempuh pendidikan di Jogja.

Sri Sultan juga menuturkan, hal tersebut dikarenakan, berdasarkan pengalaman, latar belakang dari masalah yang kerap dilakukan oleh para pelajar pendatang di DIY yaitu kurangnya perhatian dari orang tua mereka yang sibuk sehingga jarang berkomunikasi dengan anaknya masing-masing.