JIAF 2025 Hadir di Jogja Expo Center, Panggung Baru Seniman Menuju Dunia Internasional
HAIJOGJA.COM – Jogja International Art Fair (JIAF) 2025 untuk pertama kalinya akan digelar di Jogja Expo Center (JEC) pada 31 Desember 2025 hingga 2 Januari 2026.
Direktur NR Management, Novita Riatno, menjelaskan bahwa JIAF bukan sekadar pameran seni, melainkan bentuk pernyataan Jogja kepada dunia, bahwa kota ini bukan hanya pusat seni di Indonesia, tapi juga gerbang bagi seniman untuk melangkah ke kancah internasional.
“Kami bangga menggunakan kata Jogja dalam event ini karena Jogja adalah rumah bagi ratusan bahkan ribuan seniman aktif.
JIAF mengusung semangat kolaborasi dan akan menjadi ruang lintas batas yang inklusif dan terbuka bagi para seniman yang selama ini terlalu eksklusif,” katanya, Kamis (16/10/2025), dikutip dari Kr Jogja.
Novita menambahkan, penyelenggaraan JIAF juga menjadi wujud komitmen untuk menggandeng semua pihak secara profesional.
JIAF 2025 Hadir di Jogja Expo Center
Tak hanya seniman dan galeri, tapi juga komunitas, sanggar, dan kelompok seni yang selama ini menjadi kekuatan kolektif seni rupa Jogja.
“JIAF diharapkan menjadi solusi atas keterbatasan ruang bagi seniman lokal, sekaligus menjadi panggung baru yang memperlihatkan kekayaan seni rupa Jogja kepada dunia,” katanya.
Pemilihan waktu di akhir tahun pun bukan tanpa alasan.
Periode tersebut merupakan masa puncak kunjungan wisatawan ke Jogja.
JIAF hadir untuk memberikan alternatif kegiatan dan memperkaya pengalaman wisata budaya.
“Kami ingin membuat orang betah di Jogja, bukan hanya lewat destinasi, tapi juga lewat seni,” kata Novita.
Kurator JIAF 2025, Nadiyah Tunnikmah, menjelaskan bahwa tema “Encounters Layers” mengajak seniman dari Jogja, Jakarta, berbagai daerah di Indonesia, hingga mancanegara untuk berkumpul dalam satu ekosistem seni yang saling terhubung.
“Tema ini merepresentasikan pertemuan berbagai lapisan budaya, ekspresi, dan perjalanan karier seniman. JIAF tidak hanya mengandalkan kurasi berbasis visual, melainkan menggunakan pendekatan berbasis karier,” paparnya.
Para seniman akan dikelompokkan berdasarkan tahapan professional dari yang baru memulai hingga yang sudah dikenal luas.
Proses kurasi dilakukan melalui CV dan jumlah pameran yang pernah diikuti, namun tetap dengan fleksibilitas sesuai dinamika dunia seni di Jogja.
Berbeda dari pameran seni pada umumnya, JIAF mengusung model artist direct, yang memungkinkan seniman tampil tanpa perlu diwakili galeri.
Pendekatan ini membuka kesempatan bagi seniman muda, transisi, hingga senior untuk tampil bersama, belajar, dan berkolaborasi memperkuat ekosistem seni rupa Indonesia.
Selain menampilkan seniman lokal, JIAF juga membuka peluang partisipasi internasional.
Nadiyah mengusulkan pendekatan sederhana untuk tahap awal, misalnya menghadirkan karya dari beberapa negara dalam format “island” seperti dua karya dari Jepang, dua dari Korea, dan seterusnya.
Langkah ini diharapkan menjadi jembatan awal keterlibatan komunitas seni global di Jogja.
Sementara itu, Art Director JIAF, Samuel Indratma, merancang pameran dengan konsep menyerupai galeri besar yang nyaman dan interaktif.
Tiga hall di JEC akan diisi lebih dari 1.000 panel dan 2.000 wall panel yang menciptakan ruang apresiasi, diskusi, dan kolaborasi.
“Kami ingin seniman saling menonton, saling belajar, dan saling terhubung,” ujarnya.
Penasihat JIAF, Tasbir Abdulah, mengapresiasi langkah berani penggunaan kata “internasional” dalam nama acara ini.
“Saya sudah 15 tahun di pariwisata, dan ini langkah penting. Kita pernah punya Jogja International Heritage Walk, dan sekarang JIAF adalah kelanjutannya,” ujarnya.
Ia menambahkan, strategi untuk melibatkan partisipan asing juga sudah disiapkan, mulai dari komunitas seni luar negeri hingga karya-karya yang mewakili negara masing-masing.