HAIJOGJA.COM – PT KAI Daop 6 Yogyakarta melaksanakan eksekusi terhadap rumah sengketa yang dulunya merupakan rumah dinas PJKA No. 13 di Jalan Hayam Wuruk No. 100, Yogyakarta.

Eksekusi ini dilakukan tanpa memberikan kompensasi kepada penghuni sebagai bagian dari penataan kawasan Stasiun Lempuyangan.

Manajer Humas KAI Daop 6, Feni Novida Saragih, menjelaskan bahwa eksekusi tersebut dilakukan setelah tiga kali surat peringatan (SP) dilayangkan kepada penghuni.

Karena tidak ada respons untuk pengosongan secara sukarela, kompensasi maupun biaya bongkar tidak diberikan.

“Tidak ada kompensasi karena sudah melewati batas SP 3. Tidak berlaku ongkos bongkar karena sudah melewati SP 3. Ongkos bongkar itu ketika mereka melakukan pembongkaran secara sukarela,” katanya, Selasa (8/7/2025), dikutip dari Harian Jogja.

Sebelum eksekusi, KAI mengklaim telah menyampaikan pemberitahuan dan mengadakan dialog dengan penghuni serta kuasa hukumnya.

Namun, pembicaraan tersebut buntu, sehingga eksekusi tetap dilakukan.

Tidak Mununjukkan Bukti Hukum

Kuasa hukum penghuni dari LBH Yogyakarta, Raka Ramadhan, mengecam langkah KAI.

Ia mempertanyakan legalitas tindakan eksekusi dan menilai PT KAI tidak mampu menunjukkan bukti hukum yang kuat maupun perhitungan kompensasi yang seharusnya diberikan.

Raka menegaskan bahwa pihaknya tidak menolak, melainkan bertahan karena tidak ada dasar hukum yang jelas.

“Sampai hari ini hingga terjadi upaya paksa dari keluarga mengatakan kami bukan menolak tetapi bertahan, alasannya PT KAI tidak pernah menunjukkan dasar hukumnya. PT KAI tidak pernah menunjukkan dasar hukumnya secara konkret,” katanya.

Raka juga menyatakan bahwa pihaknya tengah mempertimbangkan jalur hukum, baik pidana maupun perdata, karena menduga adanya perbuatan melawan hukum dalam eksekusi tersebut.

Abaikan Pendekatan Hukum

Juru bicara penghuni, Fokki Ardiyanto, juga menyayangkan tindakan PT KAI yang dinilai mengabaikan pendekatan hukum dan manusiawi.

Ia menilai tindakan tersebut bisa menjadi preseden buruk bagi warga lain yang mengalami situasi serupa.

Sementara itu, penghuni rumah, Chandrati Paramita, mengaku baru menerima surat eksekusi malam sebelum pelaksanaan dan merasa tidak ada komunikasi yang layak dari pihak PT KAI.

Ia menyatakan bahwa keluarganya terpaksa pindah ke rumah saudara setelah rumah tersebut dieksekusi.