Campak Jadi KLB di Sumenep: Begini Cara Virus Mudah Menular ke Anak
HAIJOGJA.COM – Wabah campak yang melanda Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, membuat para orangtua semakin cemas.
Hingga 17 Agustus 2025, lebih dari 2.000 kasus suspek campak terdata, dengan 17 anak dilaporkan meninggal dunia.
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, menyampaikan bahwa kejadian luar biasa (KLB) ini menjadi perhatian serius.
Ia menegaskan, pemerintah daerah sudah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Sumenep, Dinas Kesehatan Jatim, serta Kementerian Kesehatan.
“KLB campak yang terjadi di Sumenep menjadi perhatian kita bersama. Kami sudah melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan Sumenep dan Dinas Kesehatan Jatim serta Kemenkes,” ujar Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, Sabtu (23/8/2025), dikutip dari Kompas.
Sebagai langkah darurat, pemerintah menetapkan status KLB dan mengirim hampir 10.000 dosis vaksin Measles-Rubella (MR) untuk program imunisasi cepat.
Kondisi ini pun memunculkan pertanyaan penting.
Bagaimana sebenarnya campak bisa menular?
Penyebab Campak
Campak disebabkan oleh virus Morbillivirus yang termasuk dalam keluarga paramyxovirus.
Virus ini terkenal sangat mudah menular dari satu orang ke orang lain lewat droplet, yakni percikan cairan dari mulut atau hidung saat penderitanya batuk, bersin, berbicara, bahkan ketika bernapas.
Percikan tersebut bisa bertahan di udara atau menempel di permukaan benda.
Jika orang lain menghirup udara yang sudah tercemar atau menyentuh benda yang terkontaminasi lalu tanpa sadar menyentuh hidung, mulut, atau mata, virus akan masuk ke dalam tubuh.
Karena cara penyebarannya begitu cepat, campak digolongkan sebagai salah satu penyakit paling menular di dunia.
Bayangkan saja, satu orang yang terinfeksi bisa menularkan virus ini ke sekitar 17 hingga 18 orang lainnya.
Penularan Campak
Penularan campak ternyata bisa terjadi lebih cepat dari yang dibayangkan.
Penderitanya sudah bisa menyebarkan virus empat hari sebelum ruam merah muncul di kulit, dan masih menular hingga empat hari setelah ruam terlihat.
Artinya, seseorang yang tampak sehat tetapi mungkin hanya mengalami demam ringan atau batuk padahal sebenarnya bisa saja sudah menularkan virus tanpa disadari.
Inilah yang membuat wabah campak sulit dikendalikan, terutama jika cakupan vaksinasi masih rendah.
Lalu, mengapa ada orang yang tertular dan ada yang tidak, meski sama-sama terpapar?
Menurut konsep segitiga epidemiologi, ada tiga faktor yang berperan yaitu virus penyebab (agent), orang yang terpapar (host), dan lingkungan (environment).
Semakin banyak virus yang masuk ke tubuh, semakin tinggi risiko seseorang jatuh sakit.
Anak-anak yang sering berada dekat dengan penderita di ruangan tertutup, misalnya, lebih mudah tertular.
Droplet yang keluar saat batuk atau bersin juga bisa melayang jauh, meningkatkan peluang orang lain menghirupnya.
Kondisi tubuh turut menentukan.
Bayi, anak kecil, ibu hamil, atau orang dengan daya tahan tubuh lemah lebih rentan terserang.
Sebenarnya tubuh memiliki pertahanan berlapis, mulai dari kulit, lendir di saluran pernapasan, hingga antibodi.
Namun, jika salah satu lapisan melemah misalnya karena dehidrasi atau udara kering akibat AC dan polusi maka virus lebih mudah masuk.
Lingkungan juga memainkan peran besar.
Ruangan sempit, penuh orang, dengan sirkulasi udara buruk dan rendahnya angka imunisasi membuat penyebaran semakin cepat.
Sebaliknya, jika sebagian besar anak sudah divaksin, terbentuklah kekebalan kelompok yang melindungi seluruh komunitas dari ancaman wabah.
Cara Penindakan Campak
Wabah campak di Sumenep memberi pengingat penting bagi orangtua bahwa ada langkah nyata yang bisa dilakukan untuk melindungi anak dari penyakit ini.
Cara paling efektif adalah memberikan imunisasi MR.
Vaksin ini aman, tersedia gratis di fasilitas kesehatan, dan mampu membentuk kekebalan tubuh terhadap campak.
Selain itu, pola hidup sehat juga berperan besar.
Pastikan anak mendapat asupan gizi seimbang, cukup minum air, dan tidur teratur agar daya tahan tubuh tetap kuat menghadapi risiko penularan.