Tegas! WAMI: Mainkan Musik di Pernikahan Kena Royalti 2 Persen
HAIJOGJA.COM — Wahana Musik Indonesia (WAMI) kembali menegaskan bahwa pemutaran musik di acara pernikahan dikenakan royalti sebesar 2 persen dari total produksi.
Head of Corporate Communications & Membership WAMI Robert Mulyarahardja menjelaskan bahwa penggunaan musik di ruang publik, termasuk pernikahan, merupakan bentuk pemanfaatan karya cipta yang wajib dihargai.
“Setiap kali musik diperdengarkan di ruang publik, maka hak cipta pencipta lagu harus dibayarkan,” ujar Robert, Selasa, 12 Agustus 2025.
Pembayaran Royalti Musik Pernikahan
Menurut Robert, royalti dikenakan terhadap seluruh komponen yang mendukung produksi musik dalam acara tersebut, seperti penyewaan sound system, alat musik dan backline, serta pembayaran untuk musisi atau band pengiring
“Untuk pertunjukan musik live non-komersial seperti pernikahan, tarif royalti adalah 2% dari total biaya produksi musik,” jelasnya.
Nantinya, pembayaran royalti dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), disertai dengan daftar lagu (song list) yang digunakan dalam acara.
LMKN kemudian mendistribusikan royalti tersebut kepada Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) terkait, termasuk WAMI, yang akan menyalurkan hak kepada para pencipta lagu.
“Royalti kemudian diteruskan ke para komposer melalui LMK masing-masing,” tambah Robert.
Meski menjadi perdebatan, Robert menegaskan bahwa viralnya isu ini menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menghargai hak kekayaan intelektual (HKI), baik di lingkup komersial maupun privat.
Royalti Musik Jadi Polemik
Aturan mengenai pembayaran royalti musik ini menjadi polemik di masyarakat. Bermula dari para musisi yang saling berselisih, salah satunya akibat tidak dibayarkannya royalti musik oleh penyanyi kepada penulis.
Selain itu, beberapa waktu lalu juga sempat ramai pernyataan Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) Bidang Kolekting dan Lisensi Yessi Kurniawan yang menyebut bahwa lagi kebangsaan Indonesia Raya dikenai royalti.
Pernyataan tersebut pun ditarik dan ditegaskan lagi olehnya bahwa lagu Indonesia raya tidak dikenai royalti.
Polemik merembet ke dunia usaha, di mana para pemilik restoran dan cafe memilih untuk tidak menyetel lagu di kedainya agar tidak membayarkan royalti.