Aksi Unjuk Rasa Warnai Hari Bhayangkara: Kritik Keras terhadap Polri Menggema di Titik Nol Yogyakarta
HAIJOGJA.COM – Aksi unjuk rasa warnai Hari Bhayangkara di Kota Yogyakarta pada Senin (1/7/2025), saat sekelompok massa yang tergabung dalam Aliansi Jogja Memanggil turun ke jalan untuk menyuarakan kritik terhadap institusi Polri.
Alih-alih menjadi ajang perayaan ulang tahun Kepolisian Republik Indonesia, peringatan Hari Bhayangkara pada Senin (1/7/2025) justru disertai aksi protes di Kota Yogyakarta.
Sekelompok massa yang tergabung dalam Aliansi Jogja Memanggil menggelar demonstrasi di kawasan Titik Nol Kilometer sekitar pukul 16.30 WIB, menyuarakan kritik terhadap kinerja Polri serta berbagai persoalan yang dinilai mengancam demokrasi dan hak asasi manusia.
Dilansir dari Kompas, Koordinator aksi, Bung Koes, menilai bahwa sejak awal berdirinya, Polri lebih banyak berperan melayani kepentingan penguasa ketimbang masyarakat.
Ia menyebut akar historis Polri berasal dari struktur kepolisian kolonial yang berfungsi menjaga kepentingan penjajah.
Menurutnya, warisan tersebut masih berlanjut hingga kini, termasuk pada masa Orde Baru dan pascareformasi, dengan fungsi utama sebagai alat penekan rakyat.
Aliansi ini juga menyoroti anggaran Polri tahun 2025 yang mencapai lebih dari Rp 126 triliun, meskipun telah dikurangi melalui Inpres, tetap menyisakan Rp 106 triliun.
Mereka mengkritik bahwa pengurangan tersebut tidak menyentuh pos belanja alat represi dan pegawai, di saat masyarakat mengalami kesulitan ekonomi.
Tak hanya soal anggaran, mereka mengecam RUU Polri yang sedang dibahas, karena dianggap memberi kewenangan luas untuk penyadapan, pengawasan digital, dan intelijen tanpa mekanisme akuntabilitas publik, menjadikan Polri sebagai lembaga yang terlalu berkuasa.
Massa aksi juga menyoroti berbagai tindakan represif terhadap demonstran di sejumlah daerah.
Mereka menyebutkan insiden penangkapan dan kekerasan terhadap aktivis serta tim medis di beberapa kota, yang mencerminkan kemunduran demokrasi.
Bung Koes menyatakan Hari Bhayangkara tidak layak dirayakan, karena menurutnya hari tersebut justru menjadi simbol ketakutan dan represi terhadap rakyat.
Dalam aksi tersebut, Aliansi Jogja Memanggil mengajukan tujuh tuntutan: melawan brutalitas polisi, membebaskan pejuang demokrasi tanpa syarat, mengusut kekerasan oleh aparat, menyelidiki kekerasan seksual saat May Day, mengungkap tragedi Kanjuruhan, menghentikan kriminalisasi terhadap gerakan rakyat, serta menolak RUU Polri.