Menikmati Manisnya Gula Jawa Asli, Produksi Desa Triwidadi Bantul
HAIJOGJA.COM – Gula telah menjadi salah satu komponen penting dalam berbagai masakan khas indonesia, mulai dari makanan penutup hingga minuman. Namun, gula jawa memiliki daya tarik yang unik dengan ciri khas warna coklatnya dan rasa yang kaya
Kalurahan Triwidadi, Kabupaten Bantul menjadi sentra utama pemasok kebutuhan gula jawa di Kabupaten Bantul dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Gula jawa dari Kalurahan Triwidadi ini dikenal sebagai sentra gula jawa asli berbahan dasar nira atau air manis yang berasal dari bunga kelapa yang masih kuncup. Produksi gula jawa nira ini masih tradisional dan menggunakan batok kelapa sebagai cetakannya.
Proses Pembuatan Gula Jawa Kalurahan Triwidadi
Langkah pertama dalam proses pembuatan gula jawa adalah dengan mengambil nira dari kelapa yang baru berkuncup. Nira yang dihasilkan kemudian dimasak dengan api besar hingga mengental.
Untuk mencegah penguapan nira selama proses pemasakan, parutan kelapa ditaburkan ke permukaan adonan. Setelah beberapa menit pengadukan, adonan akan mengental dan berubah menjadi warna coklat keemasan, lalu dicetak menggunakan batok kelapa.
Proses pembuatan gula jawa ini berlangsung sekitar dua jam, dari tahap awal hingga tahap pencetakan. Hasil akhir dari proses ini dapat disesuaikan dengan tekstur gula jawa yang diinginkan.
Apabila menginginkan gula jawa yang lembut, maka pengadukan di atas api tidak memerlukan waktu terlalu lama. Namun, untuk mendapatkan gula jawa yang lebih padat, proses pengadukan dan pemasakan dapat diperpanjang.
Tantangan dan Peluang dalam Industri Gula Jawa
Lurah Triwidadi, Slamet Riyanto, melaporkan bahwa ada sekitar 200 perajin gula jawa yang tergabung dalam lima kelompok padukuhan di Kalurahan Triwidadi. Produksi harian gula jawa dari daerah ini dapat mencapai dua hingga tiga ton.
Permintaan akan gula jawa terus ada, dan potensi nira dari pohon kelapa di Kalurahan ini cukup besar. Namun, jumlah perajin gula jawa mengalami penurunan, terutama karena semakin sedikitnya penyadap nira kelapa. Banyak penyadap nira adalah generasi tua.
Generasi muda saat ini enggan menjadi penyadap nira karena pendapatan yang tidak menjanjikan dan tidak stabil. Selain itu, risiko keselamatan yang tinggi juga menjadi faktor utama penolakan terhadap profesi ini.
Upaya telah dilakukan untuk meminimalkan risiko kerja, seperti program penanaman pohon kelapa rendah dan penggunaan sabuk pengaman bagi penyadap nira. Namun, ada tantangan dalam mengubah pola kerja yang sudah ada dan dibutuhkan inovasi teknologi untuk penyadapan nira ini.
Tradisi dan Perubahan dalam Industri Gula Jawa
Ketua kelompok tani Ngudi Mulyo, Rajiman (70), menjelaskan bahwa tradisi pembuatan gula jawa dari nira telah diwariskan turun-temurun. Namun, ia mengakui bahwa produksi gula jawa saat ini tidak sebanyak zaman dahulu. Hal ini dikarenakan semakin berkurangnya penyadap nira kelapa.
Dalam hal harga, gula jawa dengan campuran gula pasir dijual seharga Rp. 15.000 per kilogram. Sementara itu, gula jawa murni dijual dengan harga Rp. 30.000 per kilogram. Hasil produksi ini dipasarkan di pasar tradisional di wilayah Bantul dan bahkan mencapai pasar Kabupaten Sleman.
Tinggalkan Balasan