HAIJOGJA.COM – Pemerintah Kota Yogyakarta bersama Forum Bank Sampah Kota Yogyakarta mendorong gerakan Mbah Dirjo yang merupakan cara mengolah limbah dan sampah dengan biopori ala Jogja.

Gerakan ini sudah berhasil menangani sampah secara signifikan. Karena itu Pemkot Yogyakarta akan lebih giat menerapkan gerakan Mbah Dirjo di tingkat wilayah untuk mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke Tempat Pembuangan Sampah (TPA) Piyungan.

Singgih Raharjo selaku Penjabat Wali Kota Yogyakarta menegaskan bahwa Pemkot Yogyakarta masih terus berproses dan mengembangkan beberapa skema pengelolaan sampah yang selama ini dilaksanakan. Salah satunya adalah Gerakan Mbah Dirjo.

“Kami terus mendorong Mbah Dirjo. Berdasarkan informasi dari DLH Kota ada penurunan (jumlah sampah) yang cukup signifikan,” ujar Singgih dalam konferensi pers tentang pengelolaan sampah di Balai Kota Yogyakarta, pada Senin (4/9/2023).

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta mencatat sampai 4 September 2023 Gerakan Mbah Dirjo telah menciptakan sekitar 23.000 lubang biopori dengan kapasitas volume sekitar 64 ton.

Jumlah tersebut tersebar di wilayah kelurahan atau bank sampah dan lingkup perangkat daerah Pemkot Yogyakarta antara lain pariwisata, kebudayaan, perindustrian, perdagangan, kesehatan dan pendidikan.

“Pentingnya edukasi Mbah Dirjo di tingkat wilayah. Mbah Dirjo ini di bulan ini akan kami gencarkan secara masif melibatkan bank sampah tingkat RW.

Sampah anorganiknya sudah (gerakan nol sampah anorganik), sekarang sampah organik. Jadi memilah sampah selesai di rumah,” jelasnya.

Pemkot Yogyakarta juga sedang menjalin kerja sama dengan investor dari pihak swasta untuk pengelolaan sampah.

Singgih menyatakan mekanisme kerja sama pihak investor dengan melakukan pengadaan artinya Pemkot Yogyakarta menyerahkan sampah per ton dengan membayar biaya pengelolaan sampah.

“Ini baru kita jajaki. Kemarin sudah dua kali dilakukan presentasi ini dalam proses yang lebih matang lagi. Kami harapkan nanti di akhir tahun 2023 sudah mulai beroperasi dengan kapasitas 60 ton per hari,” papar Singgih.

Singgih mengatakan petugas DLH Kota Yogyakarta juga masih menyisir tumpukan sampah yang dibuang tidak pada tempatnya seperti di jalan.

Jumlah sampah yang disisir masih fluktuatif tapi volumenya terus berkurang. Contoh pada 28 Agustus ada 25 titik dan pada 2 September ada 21 titik.

Menurutnya hal itu juga dipengaruhi oleh gerakan Mbah Dirjo, edukasi ke masyarakat, jam operasional depo yang diperpanjang dan upaya penegakan aturan terkait pembuangan sampah sembarangan.

“Saya berharap dengan giat operasi penegakan aturan terkait pembuangan sampah yang tidak pada tempatnya akan semakin berkurang.

Sebetulnya kami tidak ingin melakukan itu asalkan masyarakat tertib untuk menaruh sampah residu di depo. Kami mohon kepada masyarakat untuk tidak lagi menaruh sampai di pinggir jalan,” harap Singgih.

Petugas DLH Kota Yogyakarta melakukan eksekusi pengangkutan tumpukan-tumpukan sampah yang dibuang sembarangan di jalan (Foto:Pemkot Yogyakarta)

Sementara itu Kepala DLH Kota Yogyakarta, Sugeng Darmanto menyampaikan berkaitan dengan kondisi darurat sampah Pemkot Yogyakarta selalu mengupayakan gerakan Mbah Dirjo pada pengelolaan sampah di tingkat hulu.

Baik di masyarakat maupun kegiatan seperti pariwisata, perdagangan dan perkantoran serta ASN Pemkot Yogyakarta. “Harapannya Mbah Dirjo ini menjadi gerakan yang semakin masif sehingga bisa mengurangi sampah,” ujar Sugeng.

Dia menjelaskan volume sampah dari Kota Yogyakarta saat ini sekitar 107 ton/hari. Kota Yogyakarta mendapat kuota sampah 127 ton/hari di TPA Piyungan mulai 6 September 2023. Kuota itu menurutnya ekuivalen ketika Pemkot Yogyakarta mendapat kuota sampah dibawa ke TPA di Kulonprogo.

Selama masa pembatasan TPA Piyungan, Pemkot Yogyakarta mengirimkan sampah ke TPA di Kulonprogo sekitar 15 ton/hari. Tapi kini Pemkot Yogyakarta sudah tidak membawa sampah ke Kulonprogo.

”Kita masih menggunakan depo-depo sampah sebagai basis utama. Dalam kondisi darurat ini kita mencoba untuk membuka depo lebih lama.

Berkaitan ketika pola pembuangan di TPA Piyungan diatur tiga hari buka kemudian satu hari tutup, maka pada hari libur kami tetap buka depo.

Dengan catatan jam bukanya tidak panjang, hanya kisaran satu sampai dua jam untuk mengantisipasi pembuangan sampah mandiri,” Tambahnya(Tri)