Gawat! Mahasiswa Jogja Terancam Kehilangan Hak Pilih di Pemilu 2024, Ini Penyebabnya
HAIJOGJA.COM – Bawaslu DIY mendeteksi potensi kerawanan Pemilu 2024 yang mungkin berasal dari kampus-kampus di Jogja.
Dari total sekitar 300.000 mahasiswa di Jogja, hanya sekitar 18.000 di antaranya yang mendapatkan fasilitas akses untuk memilih pada Pemilu 2024.
Bawaslu DIY menilai bahwa 282.000 mahasiswa Jogja yang tidak terakomodasi ini menjadi bagian dari kerawanan pemilu 2024 di DIY dalam aspek penyelenggaraan pemilu dan partisipasi masyarakat.
Ketua Bawaslu DIY, Mohamad Najib, menyatakan bahwa mereka telah berkoordinasi dengan KPU DIY dan kampus-kampus terkait masalah ini.
Najib menjelaskan bahwa tidak mudah untuk mengantisipasi kerawanan pemilu dari hak memilih mahasiswa yang tidak terakomodasi ini.
Hal ini disebabkan oleh Peraturan KPU No.18/2014 yang membatasi pengadaan surat suara tambahan di TPS maksimal hanya 2% dari jumlah pemilih.
“Sulit untuk mengatasinya karena ada aturan pembatasan dua persen ini. Sedangkan TPS Khusus yang sudah ditetapkan oleh KPU DIY sendiri hanya 85 titik dengan jumlah pemilih 18.000.
Sepertinya koordinasi dengan kampus-kampus juga sulit karena mereka tidak memiliki otoritas dalam pemilu ini,” jelas Najib pada hari Jumat (1/9/2023).
Perbandingan antara 18.000 mahasiswa yang terakomodasi dengan jumlah total mahasiswa di Jogja yang mencapai 300.000, menurut Najib, sangat jauh, di mana perbandingannya hanya 6%. “Perlu diingat bahwa 18.000 pemilih di TPS Khusus yang sudah ditetapkan ini bukan hanya mahasiswa, tetapi juga pesantren, lembaga pemasyarakatan, dan lainnya. Meskipun kelompok mahasiswa mendominasi,” ujarnya.
Najib menegaskan bahwa setiap warga negara termasuk mahasiswa Jogja memiliki hak untuk memilih dalam pemilu 2024 mendatang.
“Tentu harus dicari solusinya, karena ini adalah hak mahasiswa untuk memilih. Jika tidak diakomodasi bisa menjadi masalah juga,” tegasnya.
Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU DIY Muh. Zaenuri Ikhsan berjanji akan mencari strategi agar mahasiswa Jogja tetap mendapatkan hak memilih. “Sebenarnya melalui TPS Khusus ini kami berharap seluruh mahasiswa, terutama yang dari luar daerah mendaftar.
Waktu pendaftarannya juga sudah lama sekitar dua bulan, tapi yang mendaftar hanya 18 ribu ini,” katanya pada hari Minggu (3/9/2023).
TPS Khusus, menurut Zaenuri, adalah kebijakan baru dari KPU RI untuk menampung pemilih yang merantau. “Baru ada pada tahun 2024 ini, pada tahun 2019 tidak ada. Kami juga sudah melakukan sosialisasi ke kampus-kampus dengan gencar,” ujarnya.
KPU DIY telah menetapkan dan tidak dapat mengubah daftar pemilih tetap di TPS Khusus tersebut. “Sudah ditetapkan dan tidak bisa diubah lagi, tersebar kebanyakan di Sleman dan Jogja yang memang banyak kampusnya,” jelas Zaenuri.
Untuk saat ini solusi untuk mengurangi kerawanan pemilu dari lingkungan kampus adalah dengan mendorong mahasiswa untuk membuat formulir pindah pemilih atau A5.
“Jika menggunakan formulir A5 tidak ada batasan jumlahnya, tetapi waktu pembuatannya dibatasi hingga H-1 bulan sebelum pencoblosan harus ada,” jelasnya.
Zaenuri menyebut bahwa KPU DIY telah berkoordinasi dengan kampus-kampus Jogja dan panitia pemungutan kecamatan (PPK) serta KPU kabupaten/kota untuk mendorong mahasiswa segera mengurus formulir A5. “Nanti akan dibantu oleh kampus dan PPK di tiap wilayah agar dapat A5 supaya hak memilihnya terlindungi,” tuturnya.
Solusi dengan formulir A5 ini masih memiliki tantangan, lanjut Zaenuri, karena setiap TPS yang ada sudah dibatasi maksimal 300 pemilih. “Pembatasan ini untuk menjaga sistem dan beban kerja panitia pemungutan suara (PPS) agar saat perhitungan suara tidak kelelahan dan dapat mencapai target waktunya,” ucapnya.
Tantangan pembatasan pemilih di TPS ini, lanjut Zaenuri, akan diatasi dengan strategi pemetaan. “Nanti akan kami petakan mana TPS yang jumlah pemilihnya di bawah 300 orang, kami arahkan mahasiswa ini ke sana dengan formulir A5 itu,” ungkapnya.
Tinggalkan Balasan