HAIJOGJA.COM – Kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang membuka peluang bagi warga negara asing (WNA) untuk menduduki jabatan di badan usaha milik negara (BUMN) menuai beragam tanggapan dari publik.

Hal ini disampaikan Prabowo saat berbincang dengan Chairman dan Editor in Chief Forbes, Malcolm Stevenson Jr alias Steve Forbes.

Dalam kesempatan itu, Prabowo mengungkapkan bahwa ia telah mengubah regulasi agar ekspatriat atau non-WNI bisa memimpin perusahaan pelat merah.

“Saya sudah mengubah regulasinya. Sekarang ekspatriat, non-Indonesia, bisa memimpin BUMN kita,” ungkap Prabowo di Hotel St. Regis, Jakarta, Rabu (15/10), dikutip dari CNN.

Kebijakan Prabowo Buka Peluang WNA Pimpin BUMN

Prabowo menjelaskan, langkah ini dilakukan untuk membawa BUMN ke level internasional.

Melalui Danantara, lembaga pengelola holding BUMN ia berharap bisa menarik talenta terbaik dari berbagai negara agar kinerja BUMN semakin kompetitif secara global.

Menanggapi hal tersebut, Chief Investment Officer (CIO) Danantara, Pandu Sjahrir, menjelaskan bahwa kebijakan ini sejalan dengan Undang-Undang BUMN terbaru.

Namun, ia menegaskan bahwa WNA hanyalah opsi terakhir setelah tidak ditemukan kandidat lokal yang sesuai.

“Karena keinginannya adalah membawa BUMN-BUMN kita juga menjadi global champion untuk sebagian-sebagian besarnya. Jadi ya, dengan itu memang memerlukan human capital yang baik,” ucap Pandu.

Meski begitu, kebijakan ini tidak lepas dari kritik.

Dosen Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menilai bahwa aturan dalam UU Nomor 1 Tahun 2025 masih menegaskan bahwa direksi dan komisaris BUMN harus berstatus warga negara Indonesia.

“Berdiri rambu hukum yang jelas: UU 1/2025 tetap mensyaratkan direksi dan komisaris BUMN berstatus WNI. Artinya, wacana pemimpin ekspatriat harus tunduk pada kerangka legal ini,” kata Syafruddin.

Syafruddin juga menilai bahwa masalah utama BUMN bukan terletak pada siapa yang memimpin, melainkan pada lemahnya tata kelola dan ketidakjelasan peran pemilik.

“Selama fungsi pemilik tidak tegas, dewan tidak benar-benar profesional, dan kontrak kinerja tidak mengikat, siapa pun yang memimpin akan terseret ke pola lama,” ucapnya.

Sementara itu, pengamat BUMN Toto Pranoto menilai kebijakan Prabowo masih memerlukan payung hukum yang lebih jelas.

Ia menyebut ada kemungkinan regulasi ini bisa diterapkan jika didukung aturan turunan.

“Pasal 15A ayat (3) bisa jadi jalan keluarnya. Harus segera keluar aturan lanjutan mengatur soal ini,” kata Toto pada CNNIndonesia.com, Jumat (17/10).

Menariknya, Garuda Indonesia ternyata sudah lebih dulu menerapkan kebijakan serupa.

Maskapai pelat merah itu kini memiliki dua direktur berkewarganegaraan asing.

Pertama, Neil Raymond Nills yang menjabat sebagai Direktur Transformasi, dengan pengalaman lebih dari 25 tahun di dunia penerbangan, termasuk sebagai COO Air Italy.

Kedua, Balagopal Kunduvara yang kini menjabat sebagai Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko, sebelumnya memiliki pengalaman panjang di Singapore Airlines.