Puluhan Ibu Protes Program MBG di UGM, Simbolkan Perlawanan dengan Panci dan Wajan
HAIJOGJA.COM – Puluhan ibu dari berbagai komunitas turun ke jalan dan menggelar aksi di kawasan Bundaran Universitas Gadjah Mada pada Jumat (26/9/2025).
Mereka memprotes program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dinilai menyebabkan banyak kasus keracunan di kalangan pelajar.
Tak hanya membawa poster tuntutan, para peserta aksi juga membawa berbagai perlengkapan dapur seperti panci, wajan, teko, hingga teflon sebagai simbol protes mereka.
Salah satu peserta aksi, Angelina Yusridar, yang tengah hamil sembilan bulan, berdiri di hadapan massa sambil memegang mikrofon dan menyampaikan orasi penuh emosi.
Ia menyoroti maraknya kasus keracunan yang diduga berasal dari makanan program MBG.
“Satu nyawa, satu anak itu ada tangis, ada sedih dan ada kerepotan orang tua,” kata Angelina, dikutip dari Harian Jogja.
“Panci jelas dekat dengan rumah. Ibu-ibu apalagi yang sudah punya anak akan dekat dengan panci karena kami biasanya mempersiapkan [makanan],” ujar perempuan yang aktif di komunitas Tulisan Puan tersebut pada Jumat (26/9/2025).
Perempuan yang tergabung dalam komunitas Tulisan Puan itu mengatakan, panci dan alat masak lain adalah simbol kedekatan ibu dengan dapur dan urusan pangan keluarga.
Namun, ketika alat-alat itu dibawa keluar rumah untuk turun ke jalan, artinya ada hal besar yang ingin disuarakan.
“Mereka anggap selama ini ibu-ibu itu enggak pernah bisa protes atau protesnya hanya di lingkup gosip-gosip. Kami mau membuktikan bahwa ibu-ibu itu juga punya suara yang cukup signifikan untuk bisa didengar oleh pemerintah,” jelas Angelina.
Angelina menambahkan, aksi ini membuktikan bahwa suara para ibu tak bisa diremehkan.
“Dana yang dikucurkan sangat besar yang memangkas program-program prioritas lain. Termasuk anggaran pendidikan dan itu yang menurut saya keresahan paling mendasar. Karena yang kita butuhkan bukan soal makannya, tetapi bagaimana sistem pendidikan diperbaiki, sistem kesehatan diperbaiki,” lanjutnya.
Menurutnya, sejak awal peluncuran, program MBG terkesan tergesa-gesa dan belum siap.
Ia menilai anggaran yang digelontorkan sangat besar bahkan sampai memangkas dana untuk program prioritas lain, termasuk pendidikan.
Angelina juga menilai, para ibu dari Sabang sampai Merauke sebenarnya mampu menyajikan makanan lokal yang bergizi bagi anak-anak.
Namun fakta bahwa banyak kasus keracunan muncul bahkan sebelum program berjalan satu tahun, menjadi sinyal bahaya.
“Tiba-tiba banyak banget sekarang kejadian belum ada satu tahun, sudah banyak keracunan. Ini harusnya evaluasi besar, karena kalau program ini berjalan sampai lima tahun, mau berapa juta anak akan keracunan, dan didiamkan,” ucapnya.
Puluhan Ibu Protes Program MBG di UGM
Perwakilan massa aksi lain, Kalis Mardiasih, juga angkat bicara.
Aktivis Suara Ibu Indonesia itu menegaskan bahwa kehadiran para perempuan dalam aksi ini adalah bentuk protes atas batas kesabaran ibu-ibu terhadap kasus keracunan massal yang terus terjadi di berbagai daerah.
“Kami menyerukan lima tuntutan, tuntutan yang paling utama adalah untuk menghentikan MBG dan evaluasi total,” jelas Kalis.
Ia menolak konsep perbaikan program sambil berjalan, karena hal itu sama saja mempertaruhkan nyawa anak setiap harinya.
Menurut Kalis, sebenarnya negara sudah memiliki program pemenuhan gizi sebelum MBG, misalnya lewat Posyandu yang menyediakan makanan tambahan untuk ibu hamil, menyusui, maupun anak-anak.
Sementara itu, aksi para ibu yang memukul panci dianggap sebagai simbol bahwa urusan pemenuhan gizi sebaiknya tetap diserahkan kepada keluarga, bukan pada program yang justru menimbulkan risiko baru.