Istana dan DPR Klarifikasi Isu Pergantian Kapolri, Benarkah Ada Surpres?
HAIJOGJA.COM – Belakangan ini ramai beredar kabar bahwa Presiden Prabowo Subianto telah mengeluarkan surat presiden (surpres) untuk mengganti Kapolri.
Lalu, bagaimana sebenarnya sikap DPR RI dan Istana terkait isu tersebut?
Sejak kejadian meninggalnya pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, yang tewas setelah tertabrak kendaraan taktis Brimob saat terjadi demonstrasi, sorotan publik terhadap institusi Polri semakin tajam.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit pun menghadapi desakan dari berbagai kelompok masyarakat sipil agar mundur dari jabatannya, sebagai bentuk tanggung jawab atas insiden tersebut.
Tuntutan pergantian Kapolri bahkan menjadi salah satu poin utama dalam gelombang aksi protes di akhir Agustus hingga awal September, selain dorongan untuk mereformasi pola penanganan demonstrasi oleh Polri secara menyeluruh.
Isu mengenai surpres pergantian Kapolri yang disebut itu telah dikeluarkan Prabowo pun akhirnya direspon oleh pihak Istana dan DPR.
Benarkah Prabowo Sudah Terbitkan Surpres Pergantian Kapolri?
Walupun isu pergantian Kapolri kencang berembus, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menjelaskan bahwa sampai Jumat (12/9) malam, pihaknya belum menerima surat presiden (surpres) mengenai pencopotan Jenderal Listyo Sigit.
“Pimpinan DPR sampai hari ini belum terima surpres mengenai pergantian Kapolri,” jelas Dasco, dikutip dari Tirto.
Hal serupa juga disampaikan Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi.
Ia menegaskan kabar bahwa Presiden Prabowo sudah mengirimkan surpres ke DPR adalah tidak benar.
“Berkenaan dengan surpres pergantian Kapolri ke DPR, itu tidak benar. Jadi Belum ada surpres yang dikirim ke DPR mengenai pergantian Kapolri,” ujar Prasetyo dalam keterangan resmi, Sabtu (13/9).
Ia menambahkan, apa yang disampaikan Istana sejalan dengan pernyataan pimpinan DPR yang juga belum menerima dokumen tersebut.
“Sebagaimana juga disampaikan oleh pimpinan DPR bahwa belum ada atau tidak ada surpres tersebut,” katanya.
Sebagai informasi, sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, surpres memang menjadi tahapan penting dalam proses pemberhentian maupun pengangkatan Kapolri.
Presiden wajib mengajukan surpres ke DPR, mengingat keputusan tersebut harus mendapat persetujuan legislatif meski hak pengusulannya ada di tangan presiden.
Jika DPR menyetujui, presiden kemudian akan menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) untuk memberhentikan Kapolri lama sekaligus mengangkat penggantinya.
Cara ini juga pernah terjadi pada 2019 saat Tito Karnavian diberhentikan melalui Keppres Nomor 92 Tahun 2019.
Di sisi lain, Pasal 11 ayat (2) UU 2/2002 juga memberi kewenangan DPR untuk menolak usulan presiden.
Jika itu terjadi, presiden wajib menarik kembali usulannya dan baru bisa mengajukannya lagi pada masa sidang berikutnya.
Di sisi lain, ketika desakan mundur terhadap dirinya mencuat pada 30 Agustus 2025 lalu, Listyo Sigit menegaskan siap menerima keputusan apapun dari presiden.
“Terkait dengan isu yang menyangkut dengan Kapolri, itu hak prerogatif presiden. Kita prajurit, kapan saja siap,” kata Listyo di Bogor, Jawa Barat.
Sebagai catatan, Listyo telah menjabat Kapolri sejak 21 Januari 2021, menggantikan Idham Azis di era Presiden Joko Widodo.
Hingga 15 September 2025, ia sudah memasuki tahun kelima masa jabatannya, menjadikannya Kapolri pasca-reformasi dengan masa jabatan terlama yaitu 4 tahun, 7 bulan, 25 hari.
Dalam sejarah Polri, Listyo bahkan tercatat sebagai Kapolri dengan masa jabatan terlama ketiga, setelah RS Soekanto Tjokrodiatmodjo (1945–1959) dan Mochammad Sanoesi (1986–1991).