HAIJOGJA.COM — Ramai di media sosial, Balita bernama Raya di Sukabumi meninggal dunia akibat infeksi parah cacing gelang (ascaris) hingga menggerogoti tubuh dan otaknya.

Diketahui, penanganan anak perempuan berusia tiga tahun tersebut terlambat lantaran kondisi orang tuanya yang mengalami gangguan jiwa menyebabkan pengasuhan tidak optimal.

Bahkan, Raya yang sudah mendapatkan perhatian posyandu terdekat dan menerima bantuan dari Dana Desa dan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) masih belum bisa meningkatkan kondisinya.

Belum lagi kendala biaya dan administrasi yang menghambat penanganan medis Raya.

Pengobatan Cacingan Balita Raya di Sukabumi Tak Ditanggung BPJS Kesehatan

Salah satu penyebab utamanya adalah Raya tidak memiliki identitas resmi sehingga ia tidak bisa mendapatkan jaminan kesehatan BPJS Kesehatan.

Setelah mendapatkan bantuan dari relawan Rumah Teduh & Peaceful Land, Raya segera dilarikan ke rumah sakit.

“Kita langsung ke Disdukcapil, diarahkan ke Dinas Sosial karena orang tuanya ada keterbelakangan mental. Dari sana diarahkan ke Dinas Kesehatan, dan akhirnya Dinas Kesehatan angkat tangan,” jelas Founder Rumah Teduh & Peaceful Land Iin Achsien pada Selasa, 19 Agustus 2025.

“Waktunya sudah habis 3 hari berturut-turut, tidak ada tanggapan apapun,” tambahnya.

Akhirnya, biaya pengobatan selama tiga hari pertama ditanggung Rumah Teduh, dan setelah itu status perawatan dialihkan menjadi pasien umum.

Tagihan total mencapai lebih dari Rp23 juta, namun pihak rumah sakit memberikan diskon dan membebaskan sisa pembayaran setelah pembayaran awal dilakukan.

Namun demikian, kondisi Raya tidak terselamatkan setelah menjalani 9 hari perawatan intensif.

Tanggapan BPJS Kesehatan soal Kematian Balita Raya di Sukabumi akibat Cacingan

Menanggapi peristiwa tersebut, Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah menyatakan duka cita atas meninggalnya balita Raya di Sukabumi akibat cacingan.

Ia pun mengingatkan pentingnya kepemilikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tercatat di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.

Di mana, NIK merupakan salah satu syarat dalam proses pendaftaran sebagai peserta JKN.

“Sebab, NIK merupakan identitas yang melekat ke setiap penduduk Indonesia dari awal lahir sampai tutup usia. Oleh karena itu, penting bagi setiap orang untuk mengurus dan memiliki NIK,” kata Rizzky dalam keterangan tertulis, Rabu, 20 Agustus 2025.

Bagi warga kurang mampu, Rizzky memastikan peluang diusulkan untuk didaftarkan sebagai peserta yang ditanggung pemerintah, baik oleh pemerintah pusat (PBI), maupun oleh pemerintah daerah (PBPU Pemda), sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

“Kami juga mengimbau masyarakat untuk memastikan status kepesertaan JKN-nya aktif, supaya tidak mengalami kendala saat mengakses layanan kesehatan,” pungkasnya.

Tanggapan Kemenkes soal Kematian Balita Raya di Sukabumi akibat Cacingan

Di sisi lain, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Aji Muhawarman menegaskan bahwa kecacingan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di berbagai belahan dunia khusus di daerah tropis termasuk di Indonesia.

Maka dari itu, pihaknya mengingatkan untuk lebih memperhatikan pencegahan dan penanganan penyakit ini.

“Upaya pencegahan yang dilakukan dengan menjaga kebersihan perorangan (BAB di tempatnya, mencuci bersih makanan, memasak makanan, mencuci tangan, memotong kuku) dan menjaga kebersihan lingkungan (membuat jamban, sumber air bersih),” paparnya.

“Untuk penanganan penderita cacingan, dapat segera berobat ke puskesmas, obatnya gratis disediakan pemerintah, yaitu Albendazol,” tambahnya.

Ia memastikan bahwa pemerintah juga membagikan obat cacing gratis, yang diberikan 2 kali dalam 1 tahun pada anak usia 1 – 12 tahun, bersamaan dengan pembagian vitamin di posyandu, atau bersamaan dengan kegiatan UKS di sekolah.

Termasuk juga di lingkungan rumah Raya. Di mana, Puskesmas Kabandungan dan Dinas Kesehatan Kab. Sukabumi telah melakukan beberapa upaya, di antaranya sebagai berikut.

  • PMT ( Pemberian Makanan Tambahan) untuk anak dengan gizi kurang.
  • Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) cacingan, dengan Albendazol.
  • Penyelidikan epidemiologi, untuk menggali riwayat dan faktor risiko pada
    penderita, dan upaya pencegahan agar tidak terjadi infeksi lagi.

Sebagai informasi, terdapat tiga jenis cacing yang umumnya menginfeksi anak-anak, khususnya usia prasekolah yaitu:

  • Ascaris Lumbricoides (cacing gelang)
  • Ancylostoma Duodenale (cacing tambang)
  • Trichiuris Trichiura (cacing cambuk).

“Dalam kasus anak R di Kab. Sukabumi yang terinfeksi cacingan, kasus tersebut adalah kasus dengan jenis cacing gelang, karena jenis cacing ini ukurannya paling besar, sehingga bisa dilihat dengan mata biasa dan mudah dikenali dengan ukuran berkisar antara 10-35 cm,” ungkapnya.

Aji mewanti-wanti bagaimana cacingan bisa menyebabkan gangguan pada intake makanan, pencernaan, penyerapan serta metabolismenya.

“Secara kumulatif, infeksi cacing atau cacingan dapat menimbulkan
kerugian gizi berupa kekurangan kalori dan protein serta kehilangan darah sehingga berdampak pada perkembangan fisik, kecerdasan, dan ketahanan tubuh,” tandasnya.

Adapun infeksi cacing gelang, cacing cambuk dan cacing tambang sangat erat dengan kebiasaan defekasi (buang air besar/BAB) sembarangan, tidak mencuci tangan sebelum makan, dan bermain/bekerja di tanah tanpa pakai alas kaki.

“Bila telur infektif tertelan, telur akan menetas menjadi larva di usus halus kemudian menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu terbawa aliran darah ke jantung dan paru hingga bisa menyebabkan terjadinya Pneumonia, dengan gejala batuk, pilek, tidak sembuh dalam waktu lama, bisa keluar cacing dari hidung dan sesak nafas,” paparnya.