Upacara Wiwitan: Tradisi Penuh Makna dan Potensinya sebagai Wisata Budaya di Jogja
HAIJOGJA.COM — Upacara wiwitan masih menjadi salah satu tradisi budaya Jawa yang terus menunjukkan eksistensinya di tengah arus modernisasi.
Hal ini terlihat dengan digelarnya upacara wiwitan di Kelurahan Wirogunan pada Rabu (17/9).
Prosesi adat ini biasanya dilakukan pada masa panen padi sebagai ungkapan rasa syukur atas rezeki yang diterima.
Bukan hanya menjadi agenda rutin yang diselenggarakan masyarakat, tradisi ini pun kini mulai dilirik sebagai potensi wisata budaya yang menarik untuk dikembangkan.
Apa Itu Upacara Wiwitan?
Upacara wiwitan merupakan ritual awal sebelum memulai panen.
Dalam pelaksanaannya, masyarakat menyajikan berbagai hidangan khas seperti tumpeng dan nasi wiwit.
Bersama dengan itu, dilakukan doa bersama sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang melimpah.
Di Wirogunan, kegiatan ini menjadi bagian dari agenda tahunan yang telah berjalan selama empat tahun berturut-turut.
“Harapan dari kami, ini merupakan salah satu wujud upaya untuk nguri-uri kebudayaan Jawi dan juga wujud rasa syukur bahwa panen padi yang melimpah itu merupakan berkat dari rahmat Allah Yang Maha Kuasa,” ujar Lurah Kelurahan Wirogunan, Siti Mahmudah.
Potensi Wiwitan sebagai Daya Tarik Wisata Budaya
Upacara ini pun tak hanya menjadi agenda lokal, namun mulai dilirik sebagai potensi wisata budaya.
“Tradisi wiwitan ini kan sudah ada sejak dulu, sehingga bisa menarik wisatawan. Harapannya, sawah-sawah yang tersisa di kota tetap dilindungi dan tidak beralih fungsi,” kata Ridwan Lasrianto Manalu, Tim Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) di wilayah Mergangsan.
Dengan keunikan tradisi, keterlibatan masyarakat, serta dukungan dari pemerintah setempat, wiwitan memiliki peluang besar untuk berkembang menjadi bagian dari atraksi wisata budaya di Yogyakarta.
Tradisi Wiwitan Lestari di Tengah Kota Jogja
Meskipun Yogyakarta dikenal sebagai kawasan perkotaan, ternyata masih terdapat lima kemantren yang memiliki lahan sawah produktif.
“Di Umbulharjo ada 16,4 hektar, Tegalrejo 6 hektar, Kotagede 4,4 hektar, Mergangsan 4 hektar, dan di Mantrijeron ada setengah hektar sawah yang masih produktif,” ungkap Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogyakarta Sukidi.
Dengan lahan pertanian yang masih tersisa ini, tradisi wiwitan tetap dapat dilaksanakan secara konsisten oleh warga kota.
Selain sebagai pelestarian budaya, Sukidi juga melihat potensi wiwitan untuk menarik minat generasi muda agar terjun ke dunia pertanian.
“Harapan kami, wiwitan ini terus diselenggarakan. Khususnya dapat menarik anak-anak muda di Kota Yogyakarta untuk ikut bertani. Padahal dunia pertanian itu sangat penting dan sangat menguntungkan,” jelas Sukidi.
Di sisi lain, potensi ekonomi dari hasil panen di kawasan Kota Jogja juga cukup menjanjikan.
Di Wirogunan, sawah seluas 3,8 hektar yang dikelola oleh kelompok tani menghasilkan padi varietas Inpari 42 dengan masa tanam 110 hari.
“Upacara wiwitan ini mengawali panen padi sekaligus menjadi bentuk rasa syukur kami,” tambah Siti Mahmudah.
Rata-rata produktivitasnya mencapai 6,2 ton gabah kering panen (GKP) per hektar, dengan kualitas gabah yang dinilai premium.