HAIJOGJA.COM – Sri Sultan HB X, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), berbicara tentang masa depan Keraton Yogyakarta dan peran perempuan dalam pemulihannya.

Dalam acara Forum Sambung Rasa Kebangsaan di Gedung Sasono Hinggil Dwi Abad, Keraton Yogyakarta, Minggu (26/10), Sultan menyampaikan hal tersebut.

Selama sesi percakapan, Sultan, yang juga Raja Keraton Yogyakarta, menjelaskan mengapa DIY, sebagai bagian dari sisa-sisa sistem pemerintahan tradisional, tetap mempertahankan demokrasi daripada sistem feodal.

“Saya pun banyak yang nanya, ‘lho, mestinya kan Jogja itu kan feodal, kan gitu, kerajaan. Kenapa demokrasinya tinggi?” kata Sultan, dikutip dari CNN.

Sultan HB X Bicara Masa Depan Keraton

Sehubungan dengan pencapaian Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) DIY saat ini, Sultan menyatakan bahwa dia telah selalu membuka ruang demokrasi di wilayahnya, seperti sistem yang dianut oleh Republik Indonesia.

Dengan demikian, Sultan menyatakan bahwa perempuan diizinkan untuk mengambil bagian dalam proses regenerasi Keraton Yogyakarta dalam pengujian Pasal 18 ayat (1) huruf m UU Keistimewaan DIY di Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2016.

“Saya di MK untuk bicara wanita menjadi bagian dari bisa dimungkinkan untuk regenerasi di Keraton Jogja kok nggak boleh Itu gimana? Wong aturan itu di Keraton nggak ada. Tapi, saya tunduk pada Republik,” kata Sultan.

“Republik tidak membedakan laki-laki sama perempuan, kenapa saya membedakan? Kan saya tidak konsisten. Zaman sudah berubah, itu (tradisi patriarkis) kan leluhur saya. Lho, saya kan menjadi bagian dari republik, ya harus tunduk pada undang-undang republik. Malah memenuhi undang-undang, malah dianggap salah, kan gitu? Kan aneh bagi saya,” imbuh dia.

Sultan juga menekankan bahwa pemerintahan harus konsisten dalam mengamalkan undang-undang di level mana pun dan fleksibel dengan zaman.