HAIJOGJA.COM – Paku Buwono XIII, raja Keraton Solo, yang meninggal pada Minggu, 2 November 2025, akan dimakamkan di Makam Raja-Raja Mataram Imogiri.

Makam yang terletak di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), memiliki sejarah yang panjang.

Selama berabad-abad, makam ini menjadi tempat peristirahatan terakhir para raja Mataram Islam dari Yogyakarta dan Surakarta.

Sekitar tahun 1630-an, ketika pusat kerajaan Mataram Islam masih berada di Kotagede, kompleks pemakaman ini dibangun oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma.

Arsitekturnya memadukan unsur Hindu dan Islam, dengan tata ruang bertingkat dan gapura candi bentar yang memberikan kesan anggun sekaligus sakral.

Orang-orang penting seperti Sultan Agung, Sri Sultan Hamengkubuwono I hingga IX, dan Paku Buwono I hingga XII dimakamkan di tempat ini.

Sekarang Imogiri tidak hanya menjadi tempat pemakaman raja, tetapi juga menjadi saksi sejarah Mataram Islam yang panjang.

Lihat ulasan lengkap berikut untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang asal-usul dan arti kompleks bersejarah ini yang dilansir dari Detik.

Point Penting:

Pada abad ke-17, Sultan Agung mendirikan Makam Raja-Raja Mataram Imogiri di Bantul, Yogyakarta.

Semua raja Islam dari Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta dimakamkan di sini.

Kini, Paku Buwono XIII menjadi sosok terbaru yang akan dimakamkan di kompleks pemakaman bersejarah tersebut.

Sejarah Pemakaman Raja Imogiri Bantul

Kompleks Makam Raja-Raja Mataram di Imogiri adalah salah satu peninggalan sejarah yang paling signifikan dari kerajaan Islam Mataram yang bertahan selama bertahun-tahun.

Pembangunannya dimulai selama pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma, yang memerintah dari tahun 1613 hingga 1646 Masehi.

Kompleks pemakaman ini dibangun oleh Sultan Agung pada saat Kotagede masih merupakan pusat kerajaan Mataram Islam, menurut penelitian yang dilakukan oleh arkeolog Muhammad Chawari.

Panembahan Juminah membangun kompleks makam Girilaya dari 1629 hingga 1630 Masehi, di sinilah dia dimakamkan.

Selain itu, dalam buku Tuah Bumi Mataram yang ditulis oleh Peri Mardiono, disebutkan bahwa pembangunan makam Imogiri dimulai sekitar tahun 1632 Masehi.

Atas perintah langsung Sultan Agung, Kiai Tumenggung Citrokusumo bertanggung jawab atas pekerjaan besar ini.

Lokasi yang dipilih terletak di perbukitan antara Desa Girirejo dan Wukirsari.

Desa ini terletak di Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, sekitar 16 km di selatan Keraton Yogyakarta.

“Imogiri” berasal dari kata “hima”, yang berarti kabut, dan “giri”, yang berarti gunung. Artinya, “gunung yang diselimuti kabut”.

Menurut kepercayaan pra-Hindu dan Hindu Jawa, bukit dianggap sebagai tempat pemakaman suci.

Menurut buku Abimana Gumelar Jaga Batin Sultan Agung, kompleks pemakaman ini selesai sekitar tahun 1645–1646 Masehi.

Kawasan ini sekarang disebut Astana Imogiri, dan terletak di Desa Pajimatan, Kecamatan Imogiri.

Gaya Arsitektur yang Unik di Pemakaman Raja Imogiri Bantul

Kompleks Makam Raja-Raja Mataram Imogiri menggabungkan elemen arsitektur Islam dan Hindu yang unik.

Penggunaan bata merah tanpa semen membuat bangunannya unik.

Proses kovod, menggosok dua bata dengan sedikit air hingga cairan kental yang berfungsi sebagai perekat alami—digunakan untuk menyusun bata-bata tersebut.

Teknik ini digunakan untuk membangun bangunan di Jawa pada abad ke-17.

Kompleks Imogiri terdiri dari empat halaman bertingkat yang dipisahkan oleh gapura candi bentar dan paduraksa.

Pengunjung akan menemukan bangsal, kelir, dan padasan atau tempat wudhu di halaman pertama.

Makam utama Sultan Agung berada di halaman paling dalam, di dalam cungkup, yang dianggap sebagai area paling sakral.

Wisatawan harus mendaki ratusan anak tangga untuk mencapai puncak kompleks.

Menariknya, anak tangga ini dibuat lebih pendek untuk memudahkan para peziarah yang mengenakan pakaian adat Jawa.

Hingga hari ini, kebiasaan mengenakan pakaian tradisional saat berziarah masih dilakukan sebagai cara untuk menghormati raja Mataram yang dimakamkan di sana.

Pembagian Kompleks Pemakaman di Pemakaman Raja Imogiri Bantul

Kompleks Makam Raja-Raja Mataram Imogiri dibangun di atas Bukit Merak, yang berdiri sekitar 85 hingga 100 meter di atas permukaan laut, menurut Muhammad Chawari.

Tiga kelompok utama terdiri dari area ini, masing-masing dengan halaman, pagar keliling, dan gapura paduraksa, yang merupakan ciri khas arsitektur Jawa klasik.

Tiga kelompok utama tersebut adalah:

  • Kedaton Sultan Agungan dan Pakubuwanan, terletak di bagian tengah dan menjadi tempat peristirahatan para raja Mataram sebelum terjadinya Perjanjian Giyanti.
  • Bagasan–Girimulya, berada di sisi barat dan menjadi kompleks pemakaman bagi raja-raja dari Kasunanan Surakarta (Solo).
  • Kaswargan–Saptarengga, terletak di sisi timur, diperuntukkan bagi raja-raja dari Kasultanan Yogyakarta.

Di puncak Bukit Merak, makam Sultan Agung sendiri berada di posisi paling belakang dan paling tinggi.

Letak tersebut mencerminkan statusnya sebagai orang yang paling dihormati dalam sejarah Mataram.

Kompleks itu sendiri terdiri dari makam beliau di pusat, dengan makam raja-raja Yogyakarta di sisi timur dan raja-raja Surakarta di sisi barat.

Siapa Saja yang Dimakamkan di Imogiri?

Seiring berjalannya waktu, kompleks Makam Raja-Raja Mataram Imogiri menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi banyak raja dan bangsawan dari berbagai periode Mataram Islam.

Beberapa tokoh penting yang dimakamkan di sini antara lain:

  • Sultan Agung Hanyakrakusuma
  • Sunan Amangkurat II dan IV
  • Paku Buwono I hingga XII
  • Sultan Hamengkubuwono I hingga IX

Serta para kerabat dan pejabat tinggi dari Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.

Sekarang, kompleks pemakaman bersejarah ini juga akan menjadi tempat peristirahatan terakhir Paku Buwono XIII dari Kasunanan Surakarta Hadiningrat, yang meninggal pada Minggu, 2 November 2025.

Karena banyaknya orang terkenal yang dimakamkan di sana, Imogiri bukan sekadar makam kerajaan.

Warisan budaya ini menunjukkan kekuatan Mataram Islam dan penghormatan orang Jawa terhadap nenek moyang.