Program PSEL Olah Sampah Jadi Listrik, Strategi Atasi Masalah Sampah di Jogja
HAIJOGJA.COM — CEO BPI Danantara Indonesia Rosan P Roeslani mengumumkan program PSEL (Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik) atau Waste to Energy (WtE).
Hal ini disampaikannya dalam Rapat Koordinasi Nasional Penngolah Sampah menjasi Energi (Waste to Energy) di Jakarta, Selasa (30/9) yang dihadiri langsung oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Menurut Rosan, program PSEL ini meningkatkan efektivitas pengelolaan sampah secara nasional dibandingkan di tempat pembuangan akhir (TPA) pada umumnya.
Program ini diakuinya telah dirintis sejak 7-8 tahun yang lalu oleh pemerintah, meski selama ini memang belum optimal dilakukan.
“Program PSEL ini telah disiapkan sebagai langkah strategis pemerintah untuk mengurangi timbunan sampah, pengolahan sampah terpadu, sekaligus meningkatkan sumber energi terbarukan,” terang Rosan, dikutip dari laman resmi Pemprov DIY, (3/9).
5 Manfaat Utama Program PSEL
Rosan memaparkan, sedikitnya terhadap lima manfaat utama PSEL, di antaranya sebagai berikut.
1. Pengurangan emisi
2. Pencegahan polusi
3. Menciptakan energi terbarukan
4. Meningkatkan pemanfaatan lahan
5. Manfaat di bidang sosial dan ekonomi
Peluncuran PSEL secara Nasional
Program ini rencananya akan diluncurkan pada akhir Oktober 2025 mendatang secara nasional.
Pihaknya menargetkan sekitar 33 kota di Indonesia menerapkan program ini.
“Proyek ini akan mengimplementasikan teknologi WtE untuk mengubah sampah menjadi energi, dengan dukungan dari PT PLN (Persero) dalam hal pengolahan dan pembebasan tipping fee,” paparnya.
Permasalahan Sampah di Indonesia
Untuk diketahui, berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), masyarakat Indonesia memproduksi 136 ribu ton sampah setiap harinya.
Kemudian, setiap tahun Indonesia menghasilkan 35 juta ton sampah.
Dari jumlah tersebut, sekitar 61 persen tidak terkelola dengan baik.
Hal ini menyebabkan Indonesia kini berada di tengah krisis sampah yang semakin mengkhawatirkan.
Terlebih, saat ini TPA yang menjadi muara pembuangan sampah sudah melebihi kapasitas.
“Untuk itu, kami meyakini bahwa PSEL atau WtE adalah satu solusi jangka panjang yang bisa menyatukan isu lingkungan, kesehatan, dan energi,” tuturnya.
Dengan mengolah sampah menjadi energi listrik, kata Rosan, “Kita berkontribusi pada transisi energi terbarukan.”
Pengolahan sampah menjadi energi sendiri mampu mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 50-80 persen serta menghemat 90 persen penggunaan lahan.
Pada program PSEL ini, Rosan menggalang partisipasi pemerintah daerah untuk menyediakan 1000 ton sampah per hari.
Angka tersebut diprediksi dapat menghasilkan energi sebesar 15 megawatt yang mampu memenuhi kebutuhan energi sekitar 20 ribu rumah tangga.
“Selain dapat menghasilkan iinvestasi jangka panjang dan berkelanjutan, manfaat proyek waste to energy salah satunya dapat menekan anggaran APBD. Jika sebelumnya pemerintah daerah mengeluarkan tipping fee atau biaya saat mengirimkan sampah ke fasilitas pengelolaan limbah seperti TPA atau fasilitas pengolah sampah lainnya, dengan skema baru ini, biaya tersebut tidak ada lagi,” pungkasnya.