HAIJOGJA.COM – Polisi mengungkap sindikat Penimbunan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite yang beroperasi di wilayah Jogja dan Sleman.

Sindikat ini menjual BBM tanpa izin dan mampu mengedarkan hingga 800 liter Pertalite per hari.

Tujuh orang yang terlibat dalam sindikat ini ditangkap oleh Satreskrim Polresta Jogja. Mereka adalah AD (29) asal Sumenep, Madura, dan BD (46) asal Bekasi, Jawa Barat, yang bertindak sebagai pemodal.

Kemudian ada SF (21), DY (21), IP (21) dan HJ (28) asal Sumenep, Madura, serta SG (21) asal Jember, Jawa Timur, yang berperan sebagai karyawan.

Kasus ini terbongkar setelah polisi menerima laporan tipe A pada tanggal 9 September 2023 tentang adanya penyalahgunaan BBM subsidi yang diperjualbelikan tanpa izin.

Dari laporan itu, polisi melakukan penyelidikan dan menangkap IP di Jalan Sardjito, Sleman, saat sedang mengantarkan Pertalite ke pengecer.

“Kami lakukan pengembangan dan menemukan tempat kontrakan di Sleman yang dijadikan gudang penimbunan Pertalite,” kata Kasat Reskrim Polresta Jogja, AKP Archye Nevada, dalam jumpa pers di Mapolresta Jogja, Rabu (20/9/2023).

Di tempat itu, polisi menyita 36 jeriken berisi Pertalite, 35 jeriken kosong, selang, dan teko pengukur sebagai barang bukti. “Pelaku sudah melakukan kegiatan ini sejak awal 2023,” tambah Archye.

Menurut Archye, sindikat ini membeli Pertalite menggunakan sepeda motor yang sudah dimodifikasi tangkinya agar bisa menampung 15 liter sekali isi.

Selain itu, mereka juga menggunakan jeriken kapasitas 35 liter yang dibawa dengan keranjang besi di belakang motor.

“Setiap kali isi Pertalite di SPBU, pelaku memberi tip Rp 2.000 kepada petugas,” ungkap Archye. “Mereka menjual Pertalite ke pengecer di Jogja dan Sleman dengan harga Rp 8.000 per liter,” lanjutnya.

Archye mengatakan, sindikat ini bisa mendapatkan penghasilan bersih sekitar Rp 11 juta per hari. Sementara itu, karyawan digaji antara Rp 1,5 juta sampai Rp 2 juta per bulan termasuk uang makan.

Polisi masih mendalami kasus ini untuk mengungkap jaringan lain yang terlibat. Para pelaku dijerat dengan Pasal 40 angka 9 PP No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara dan denda maksimal Rp 60 miliar.