Polemik Pengembangan Wisata Pantai Sanglen: Bupati Minta Warga Kosongkan Lahan, Warga Ajukan Penolakan
HAIJOGJA.COM – Rencana pengembangan kawasan wisata Pantai Sanglen di Kapanewon Tanjungsari, Gunungkidul, menuai polemik.
Di satu sisi, Bupati Gunungkidul Endah Subekti Kuntariningsih mengajak masyarakat dan seluruh pihak untuk mendukung proyek tersebut demi kemajuan sektor pariwisata.
Namun di sisi lain, warga yang telah lama bermukim dan menggantungkan hidup di kawasan tersebut menolak rencana pengosongan lahan.
Dalam pernyataannya, Bupati Endah menegaskan bahwa lahan yang akan dikembangkan merupakan milik Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, dan selama ini dimanfaatkan warga tanpa dasar hukum yang sah.
“Saya mengimbau kepada masyarakat yang tidak memiliki hak atas lahan tersebut untuk secara ikhlas menaati aturan dan mengosongkan lahan. Ini agar pembangunan bisa segera dilaksanakan,” ujar Bupati Endah, Selasa (29/7/2025).
Endah menyebutkan, sebagian besar warga yang kini menempati lahan tersebut justru baru datang setelah muncul rencana investasi di Pantai Sanglen. Ia pun menyoroti fenomena meningkatnya jumlah warga yang mengklaim tinggal di kawasan itu.
“Saya sering ke sana, bahkan malam hari. Biasanya hanya ada satu orang. Tapi sejak muncul isu investasi, tiba-tiba banyak yang datang dan menempati wilayah itu,” ungkapnya.
Pemerintah Kabupaten Gunungkidul, lanjut Endah, telah menyiapkan sejumlah alternatif relokasi, seperti Pasar Besole, Taman Kuliner, serta kawasan pantai lain yang dinilai lebih sesuai untuk kegiatan ekonomi warga.
“Rezeki itu tidak akan tertukar. Yang penting kita jalani dengan cara yang baik, tertib, dan sesuai aturan. Kami juga siap memfasilitasi agar warga bisa tetap berusaha di tempat lain,” jelasnya.
Endah berharap masyarakat dapat menyikapi persoalan ini dengan memahami nilai-nilai adat, etika, dan tata krama, terutama terkait kepemilikan lahan.
“Kalau tahu bukan lahannya, ya sebaiknya menarik diri,” tegasnya.
Warga Sanglen Tolak Pengosongan Lahan
Di sisi lain, penolakan datang dari warga yang selama ini memanfaatkan lahan di Pantai Sanglen. Mereka mengklaim telah menempati dan mengelola lahan tersebut secara turun-temurun, mulai dari pertanian dan peternakan hingga sektor wisata.
“Sejak puluhan tahun dari zaman kakek dan nenek kami, Sanglen sudah dimanfaatkan untuk pertanian dan peternakan. Kemudian berdagang demi mendukung kemajuan pariwisata Gunungkidul,” ujar Hendro, salah satu warga, dalam pernyataan yang difasilitasi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Selasa (29/7/2025).
Hendro mengatakan, warga baru menerima surat pemberitahuan pengosongan lahan pada tahun 2025, yang dianggap mengejutkan dan memberatkan.
“Kami, warga, hanya ingin dapat memanfaatkan dan mencari nafkah, tapi justru dihadapkan pada situasi pengosongan lahan yang sudah lama kami kelola,” lanjutnya.
Merespons polemik ini, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menyarankan agar dilakukan dialog antara warga, pemerintah, dan pihak terkait, termasuk mempertimbangkan pemberian kompensasi atau pesangon bagi warga yang tidak memiliki hak atas tanah.