HAIJOGJA.COM – Benteng Keraton Jogja tengah dalam proses revitalisasi. Puluhan rumah turut terdampak.

Sekitar 50 rumah di dalam Benterng Keraton tengah dibongkar dan penghuninya mendapat uang ganti rugi.

Menurut Dian Lakshmi Pratiwi (Kepala Dinas Kebudayaan DIY), revitalisasi ini merupakan upaya mengembalikan makna beteng sebagai tembok pertahanan.

“Dalam hal ini upaya yang dilakukan sudah menjadi bagian regulasi dalam pelestarian, tidak hanya pada bendanya, tapi juga termasuk struktur bangunannya bahkan sampai pada kawasannya” ujarnya.

Revitalisasi Beteng Keraton Yogyakarta menjadi bagian dari upaya pelestarian karena memiliki nilai penting sejarah maupun ilmu pengetahuan.

Apa itu Benteng Keraton Jogja?

Layaknya kota-kota kerajaan di Pulau Jawa, kerajaan Mataram Islam (kini Keraton Jogja) turut memiliki tembok pertahanan yang mengeliling keraton.

Dikutip dari laman kratonjogja.idĀ Benteng Keraton Yogyakarta merupakan sebuah tembok pertahanan yang mengelilingi kompleks Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Benteng ini dibangun pada akhir abad ke-18 oleh Sultan Hamengku Buwono II, putra mahkota Sultan Hamengku Buwono I, pendiri Kesultanan Yogyakarta.

Benteng ini memiliki bentuk persegi dengan panjang sekitar 1.200 meter dari timur ke barat dan 940 meter dari utara ke selatan.

Selain itu Benteng ini juga memiliki tinggi sekitar 3,5 meter dan lebar antara 3-4 meter. Sisi timur benteng diperpanjang ke utara sejauh 200 meter untuk melindungi kediaman putra mahkota, yang dikenal sebagai Istana Sawojajar

Benteng Keraton Yogyakarta memiliki lima gerbang dengan pintu melengkung yang disebut plengkung atau gapura panggung.

Di atas gerbang terdapat pelataran yang dinamakan panggung, yang dilengkapi dengan gardu jaga dan meriam.

Kelima plengkung itu adalah Plengkung Tarunasura atau Plengkung Wijilan di sebelah timur laut, Plengkung Jagasura atau Plengkung Ngasem di sebelah barat laut, Plengkung Jagabaya atau Plengkung Tamansari di sebelah barat, Plengkung Nirbaya atau Plengkung Gadhing di sebelah selatan, dan Plengkung Madyasura atau Plengkung Gondomanan di sebelah timur2.

Di sisi luar benteng terdapat parit yang disebut jagang, yang diberi pagar bata dan ditanami pohon gayam sebagai peneduh.

Benteng Keraton Yogyakarta berfungsi sebagai pertahanan keraton dari ancaman luar, baik dari musuh maupun dari bencana alam.

Benteng ini pernah mengalami kerusakan akibat serangan Belanda pada tahun 1812, yang dikenal sebagai Geger Sepehi.

Pada saat itu, Belanda menyerbu keraton dan membakar beberapa bangunan di dalamnya. Benteng ini juga pernah rusak akibat gempa bumi pada tahun 1867 dan 20063.

Saat ini, benteng Keraton Yogyakarta tengah direvitalisasi oleh pemerintah kota Yogyakarta bekerja sama dengan keraton. Proses revitalisasi ini bertujuan untuk melestarikan benteng sebagai warisan budaya dan sejarah, serta untuk meningkatkan daya tarik wisatawan.

Revitalisasi ini diharapkan dapat mengembalikan kejayaan benteng Keraton Yogyakarta sebagai simbolĀ  kebudayaan Kesultanan Yogyakarta.