HAIJOGJA.COM – Nama Malioboro tentu sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia, apalagi bagi wisatawan yang kerap berkunjung ke Yogyakarta.

Pasalnya, Malioboro merupakan kawasan perbelanjaan legendaris yang menjadi salah satu kebanggaan kota Yogyakarta.

Ternyata di balik ikoniknya Malioboro, ternyata ada sejarah panjang dan cerita di baliknya.

Kemunculan Malioboro berawal dari nama seorang anggota kolonial Inggris yang dahulu pernah menduduki Jogja pada tahun 1811 – 1816 M bernama Marlborough.

Kolonial Hindia Belanda membangun Malioboro di pusat kota Yogyakarta pada abad ke-19 sebagai pusat aktivitas pemerintahan dan perekonomian.

Dulu kawasan Pertokoan Malioboro (menjadi pusat perekonomian kolonial).

Kini bangunan-bangunan bersejarah yang terletak di kawasan Malioboro tersebut menjadi saksi bisu perjalanan kota ini dari masa ke masa.

Tentang Malioboro

Jalan Malioboro adalah nama salah satu jalan dari tiga jalan di Kota Yogyakarta yang membentang dari Tugu Yogyakarta hingga ke perempatan Kantor Pos Yogyakarta.

Secara keseluruhan terdiri dari Jalan Pangeran Mangkubumi, Jalan Malioboro dan Jalan Jend. A. Yani. Jalan ini merupakan poros Garis Imajiner Kraton Yogyakarta.

Asal nama jalan Malioboro sendiri berasal dari bahasa sansekerta malyabhara yang berarti karangan bunga.

Adapula beberapa ahli yang berpendapat asal kata nama Malioboro berasal dari nama seorang kolonial Inggris yang bernama Marlborough yang pernah tinggal di Jogja pada tahun 1811- 1816 M.

Pemerintah Hindia Belanda membangun Malioboro sebagai kawasan pusat perekonomian dan pemerintahan pada awal abad 19.

Malioboro mulai populer pada era kolonial (1790-1945). Ketika itu, pemerintah Belanda membangun Benteng Vredeburg tahun 1790 di ujung selatan Jalan Malioboro.

Belanda juga membangun Dutch Club atau Societeit Der Vereneging Djokdjakarta (1822).

Perkembangan Malioboro semakin pesat, ditambah dengan adanya perdagangan antara pemerintah Belanda dengan pedagang Tionghoa.

Hingga tahun 1887, Jalan Malioboro dibagi dua setelah Stasiun Tugu Yogya dibangun.

Di samping itu, jalan Malioboro menjadi saksi perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Pernah terjadi pertempuran hebat antara pejuang Tanah Air dengan pasukan kolonial Belanda yang dikenal dengan peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949.

Pasukan Merah Putih berhasil menaklukkan kekuatan Belanda dan menduduki Yogyakarta setelah enam jam bertempur.

Keunikan Malioboro

Malioboro menyajikan berbagai aktivitas belanja, mulai dari bentuk aktivitas tradisional sampai dengan aktivitas belanja modern.

Salah satu cara berbelanja di Malioboro adalah dengan proses tawar-menawar terutama untuk komoditi barang barang yang berupa souvenir dan cenderamata yang dijajakan oleh pedagang kaki lima yang berjajar di sepanjang trotoar jalan Malioboro.

Berbagai macam cederamata dan kerajinan dapat anda dapatkan disini seperti kerajinan dari perak, kulit, kayu, kain batik, gerabah dan sebagainya.

Anda jangan heran melihat harga barang ditempat ini, misalnya penjual souvenir menawarkan barang tersebut seharga Rp.50.000,- Kalau anda tertarik barang tersebut maka harus dibarengi dengan tawar menawar.

Hal ini juga berlaku bila wisatawan berkunjung dan belanja di pasar tradisional Beringharjo yang letaknya tak jauh dari Malioboro. Begitulah keunikan tradisi dari wisata belanja di Malioboro, pembeli harus bisa tawar menawar.