HAIJOGJA.COM — Peringatan Hari Jadi ke-195 Gunungkidul mengusung tema “Ngayomi, Ngayemi, Ngayani” yang diambil dari filosofi Jawa.

Dengan tema ini, momentum penting kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta tersebut merefleksikan nilai harmoni dan kesejahteraan masyarakat.

Di mana, peringatan tahun ini menegaskan komitmen bersama dalam membangun tatanan kehidupan yang tenteram, adil, dan makmur.

Upacara peringatan Hari Jadi ke-195 Kabupaten Gunungkidul berlangsung khidmat di Alun-Alun Wonosari, Sabtu (4/9).

Upacara tersebut dihadiri oleh Wakil Gubernur DIY, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Paku Alam X, yang bertindak sebagai inspektur upacara.

Hadir pula Bupati Sleman Harda Kiswaya, Asisten Sekda DIY Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Aria Nugrahadi, jajaran Forkopimda Gunungkidul, serta sejumlah pejabat dari kabupaten/kota di DIY dan Jawa Tengah.

Dalam amanat yang dibacakan, Sri Paduka menyampaikan bahwa tema “Ngayomi, Ngayemi, Ngayani” bukan hanya slogan seremonial, melainkan mengandung filosofi mendalam tentang harmoni batin dan kesejahteraan masyarakat.

Tema ini merupakan janji luhur untuk mewujudkan kehidupan yang tâtâ-têntrêm kartâ-raharjâ, gêmah-ripah loh-jinawi.

Filosofi Jawa di Balik Tema “Ngayomi, Ngayemi, Ngayani”

Sri Paduka menuturkan bahwa makna tema tersebut menggambarkan keteraturan, ketenteraman, dan semangat berkarya sebagai fondasi kemakmuran.

“Makna tersebut menggambarkan keteraturan, ketenteraman, dan semangat berkarya yang menjadi fondasi bagi kemakmuran masyarakat. Tâtâ berarti tertata dan teratur, Têntrêm menandakan ketenangan lahir batin, dan Kartâ melambangkan giat bekerja untuk menghasilkan kesejahteraan,” jelasnya.

Ia menambahkan, jika ketiga nilai ini dipegang teguh, maka cita-cita gemah ripah loh jinawi akan benar-benar terwujud.

“Hidup yang tenteram dan sejahtera tidak lahir dari kemewahan, melainkan dari keteraturan dan kerja keras yang dilandasi kebersamaan,” imbuhnya.

Makna Hari Jadi Sebagai Momentum Kebersamaan

Wakil Gubernur DIY menegaskan bahwa peringatan Hari Jadi Gunungkidul harus menjadi ajang refleksi bersama untuk mempererat sinergi antara pemerintah dan masyarakat.

“Kirab pusaka yang menjadi bagian dari tradisi Hari Jadi ini bukan sekadar simbol budaya, tetapi juga doa agar kedamaian dan kemakmuran senantiasa melingkupi Bumi Handayani,” tutur Sri Paduka.

Upacara yang berlangsung di bawah langit cerah Wonosari itu diikuti ribuan peserta dari berbagai elemen masyarakat.

Antusiasme tinggi menandakan eratnya hubungan antara rakyat dan pemerintah daerah.

Pemerintah Gunungkidul Terapkan Nilai Ngayomi, Ngayemi, dan Ngayani

Bupati Gunungkidul, Endah Subekti, menyampaikan rasa syukur atas terselenggaranya peringatan ini.

Ia menjelaskan bahwa filosofi Ngayomi, Ngayemi, Ngayani menjadi landasan utama Pemkab Gunungkidul dalam menjalankan kebijakan pembangunan.

Pemerintah harus hadir melindungi, menenangkan, dan melayani masyarakat secara tulus.

“Filosofi tersebut menjadi arah dalam setiap kebijakan dan program pembangunan. Ngayomi berarti pemerintah hadir sebagai pelindung, Ngayemi menciptakan ketenteraman, dan Ngayani menandakan semangat gotong royong untuk mengelola potensi daerah secara berkelanjutan,” terangnya.

Endah menegaskan bahwa seluruh langkah pembangunan diarahkan untuk berpihak kepada rakyat.

“Kami ingin masyarakat benar-benar merasakan kehadiran pemerintah dalam bentuk nyata, baik melalui pelayanan, kebijakan, maupun peningkatan kesejahteraan,” tandasnya.

Sinergi Pemerintah dan Masyarakat untuk Gunungkidul Berdaya Saing

Dalam kesempatan yang sama, Endah memberikan apresiasi kepada Pemerintah Daerah DIY dan Pemerintah Pusat atas dukungan yang terus mengalir bagi pembangunan daerah.

Dukungan tersebut dinilai penting dalam memperkuat sektor unggulan seperti pariwisata, pertanian, dan Geopark Gunungsewu yang menjadi ikon Gunungkidul.

“Dengan sinergi antara pemerintah daerah, masyarakat, dan dunia usaha, saya yakin Gunungkidul dapat terus tumbuh sebagai daerah yang kuat, berdaya saing, dan berkeadaban,” ujar Endah.

Tradisi Rayahan Gunungan Jadi Simbol Syukur Warga

Sebagai bagian dari perayaan, prosesi penyerahan dan rayahan gunungan hasil bumi dari 18 kapanewon menjadi penutup acara.

Tradisi ini mencerminkan rasa syukur atas limpahan rezeki dan mengingatkan pentingnya menjaga nilai-nilai kearifan lokal yang telah diwariskan turun-temurun di Bumi Handayani.