HAIJOGJA.COM — Belakangan ini media sosial tengah diramaikan dengan pembahasan tentang film “Merah Putih: One For All”.

Film ini akan tayang pada 14 Agustus 2025, jelang Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia yang jatuh pada 17 Agustus 2025.

Film ini mengeklaim diri sebagai sinema animasi pertama buatan anak bangsa yang bertemakan nasionalisme. Diproduksi oleh Perfiki Kreasindo, Merah Putih One for All disebut memakan biaya mencapai Rp6 miliar.

Lantas, apa yang menyebabkan film ini menjadi pembicaraan panas warganet?

1. Kualitas Animasi Buruk

Hal yang paling menonjol dari trailer film Merah Putih One for All adalah kualitas grafis dari animasi film tersebut yang dianggap sangat buruk.

Bahkan, warganet menyebut grafik film ini tidak lebih baik dari tugas mingguan pelajar SMK yang amatiran dan kejar tayang.

Terlihat pula proporsi ukuran tiap-tiap karakter yang janggal dan memaksakan diri.

Warganet pun menemukan bukti bahwa karakter-karakter di film Merah Putih ini diduga mengambil secara mentah di toko Daz3D.

2. Jalan Cerita Tidak Masuk Akal

Merah Putih One for All menceritakan sebuah desa yang akan menggelar perayaan Kemerdekaan.

Namun demikian, bendera yang seharusnya dikibarkan pada saat upacara 17 Agustus 2025 dicuri tiga hari sebelumnya.

Delapan anak dari berbagai latar belakang etnis terpilih sebagai Tim Merah Putih yang ditugaskan untuk menjaga bendera pusaka tersebut pun harus menyusuri hutan untuk mencarinya.

Sepanjang perjalanan, terlihat kelompok anak-anak tersebut melewati jalanan yang dikelilingi bendera, bahkan pasar yang juga menjual bendera.

Belum lagi, warganet menemukan adanya properti senapan laras panjang AK-47 di dalam sebuah lemari penympanan. Senajata api tersebut tergantung di tempat rendah dan sangat mudah apabila anak-anak yang ada di film ini mengambilnya.

3. Dicurigai Praktik Cuci Uang

Tak sedikit warganet yang mencurigai film ini sebagai praktik cuci uang karena kualitasnya yang sangat rendah.

Hal ini tidak sebanding dengan besarnya biaya yang dikeluarkan selama proses produksi, yakni Rp6,7 miliar.

Bahkan, Produser Toto Soegriwo mengaku proses produksi hanya memakan waktu dua bulan saja.

Film ini sendiri merupakan produksi Perfiki Kreasindo yang berada di bawah naungan Yayasan Pusat Perfilman H. Umar Ismail.

Sayangnya, akses informasi mengenai Perfiki sangat terbatas. Bahkan, situs resmi Perfiki tidak dapat diakses dan muncul keterangan “403 Forbidden”.

4. Pemerintah Bantah Danai

Dengan tampilan poster yang bernuansa nasionalis, muncul anggapan bahwa film ini didanai oleh pemerintah.

Hal ini juga didukung dengan adanya dokumentasi para pekerja kreatif film Merah Putih di balik layar melakukan audiensi dengan Wakil Menteri Ekonomi Kreatif Irene Umar.

Menanggapi hal ini, Irene menegaskan bahwa isu tersebut tidak benar adanya.

Sehingga ketika produser mengaku tidak mendapatkan bantuan dana dari pemerintah, isu berkembang bahwa film ini mendapatkan fasilitasi promosi.

“Kami (Kementerian Ekonomi Kreatif) tidak memberikan bantuan finansial dan tidak memberikan fasilitas promosi,” tegas Irene pada media sosialnya, Senin (11/8).

5. Dibandingkan dengan Demon Slayer dan Jumbo

Menariknya, narasi yang beredar pada promosi film Merah Putih: One for All adalah film ini mengunggulkan diri dan membandingkan dengan animasi dunia Demon Slayer.

Di mana, kedua film tersebut tayang bersamaan di bioskop pada 14 Agustus 2025.

Selain itu, dengan kualitas film ini, Merah Putih pun dibandingkan dengan Jumbo yang beberapa waktu lalu sempat menjadi demam di masyarakat.

Warganet menilai bahwa film Jumbo dan Merah Putih memiliki kesenjangan kualitas yang sangat jauh dan tidak dapat dibandingkan.

Dengan banyaknya faktor kontroversial pada film ini, berbagai pihak mulai bersuara dan memberikan pendapat miring. Banjir kritik oleh pemerhati film pun tak terelakkan.