HAIJOGJA.COM — Sejumlah partai politik mengumumkan beberapa kadernya yang merupakan anggota DPR dinonaktifkan.

Keputusan ini menjadi langkah untuk meredam amukan rakyat yang memicu demo di beberapa wilayah Indonesia sejak 25 Agustus 2025 lalu hingga saat ini.

Beberapa anggota legislatif seperti Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Adies Kadir, Eko Patrio, hingga Uya Kuya dinonaktifkan karena pernyataan mereka dinilai tidak peka terhadap kesulitan rakyat dan memicu kemarahan.

Namun demikian, perlu diketahui bahwa dinonaktifkan bukan berarti dipecat.

Selain itu, banyak masyarakat berasumsi bahwa status nonaktif secara otomatis mencabut seluruh hak finansial anggota DPR.

Namun, regulasi yang berlaku ternyata tidak sesederhana itu.

Terdapat perbedaan penting antara gaji pokok, tunjangan, serta pemahaman mengenai istilah “nonaktif” dan “pemberhentian sementara” yang perlu dipahami lebih mendalam.

DPR Dinonaktifkan Bukan Berarti Dipecat

Dalam konteks regulasi, istilah “nonaktif” sebenarnya tidak tercantum secara eksplisit untuk anggota DPR.

Istilah ini lebih dikenal dalam ranah Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

Berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), istilah nonaktif merujuk pada situasi ketika anggota atau pimpinan MKD dilaporkan dan pengaduannya dinyatakan memenuhi syarat.

“Setelah menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan DPR menonaktifkan sementara waktu pimpinan dan/atau anggota Mahkamah Kehormatan
Dewan yang diadukan,” demikian bunyi Pasal 144 ayat (2), UU Nomor 17 Tahun 2014.

Sementara bagi anggota DPR yang tersangkut kasus etik atau pelanggaran, istilah yang digunakan adalah pemberhentian sementara, bukan nonaktif.

Hal ini dijelaskan dalam Pasal 147 ayat (8) UU yang sama.

“Sanksi berat dengan pemberhentian sementara paling singkat 3 (tiga) bulan atau pemberhentian tetap sebagai anggota DPR,” terang Pasal 147 ayat (8) huruf c, UU Nomor 17 Tahun 2014.

Gaji Tetap Mengalir meski Status DPR Nonaktif, Bagaimana dengan Tunjangan?

Meskipun diberhentikan sementara, anggota DPR tetap berhak atas sebagian hak keuangannya.

Hal ini diatur dalam Pasal 244 ayat (4) undang-undang tersebut.

“Anggota DPR yang diberhentikan sementara, tetap mendapatkan hak keuangan tertentu.” (Pasal 244 ayat (4), UU Nomor 17 Tahun 2014)

Artinya, anggota DPR yang mengalami pemberhentian sementara tidak sepenuhnya kehilangan penghasilan, meski mereka tidak menjalankan tugas-tugas kedewanan selama masa tersebut.

Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI menegaskan bahwa anggota DPR yang dinonaktifkan tidak lagi berhak atas tunjangan serta fasilitas sebagai wakil rakyat.

Ketua MKD DPR RI Nazaruddin Dek Gam menegaskan bahwa hal ini penting demi menjaga kehormatan lembaga legislatif.

“Dengan dinonaktifkan, otomatis mereka juga tidak bisa mendapatkan fasilitas ataupun tunjangan sebagai anggota DPR RI,” katanya pada Minggu, 31 Agustus 2025.

Dengan demikian, meskipun masih berhak atas hak keuangan tertentu sebagaimana tercantum dalam UU, anggota DPR nonaktif tidak mendapatkan berbagai tunjangan dan fasilitas yang biasanya dinikmati oleh anggota DPR aktif.

Rincian Gaji dan Tunjangan Anggota DPR

Dikutip dari dari detikFinance, gaji pokok anggota DPR sebenarnya tergolong kecil jika dibandingkan dengan total pendapatan bulanan mereka.

Berdasarkan PP Nomor 75 Tahun 2000, gaji pokok anggota DPR adalah sebagai berikut:

  • Ketua DPR: Rp 5.040.000 per bulan
  • Wakil Ketua DPR: Rp 4.620.000 per bulan
  • Anggota DPR: Rp 4.200.000 per bulan

Namun, penghasilan anggota DPR menjadi besar karena berbagai tunjangan yang menyertainya.

Berikut adalah beberapa jenis tunjangan yang diterima anggota DPR.

  • Tunjangan istri/suami: Rp420.000–Rp504.000
  • Tunjangan anak (maks 2 anak): Rp168.000–Rp201.600
  • Tunjangan jabatan: Rp9.700.000–Rp18.900.000
  • Tunjangan kehormatan: Rp5.580.000–Rp6.690.000
  • Tunjangan komunikasi intensif: hingga Rp16.468.000
  • Tunjangan fungsi pengawasan dan anggaran: hingga Rp5.250.000
  • Tunjangan sidang/paket: Rp2.000.000
  • Tunjangan PPh Pasal 21: Rp2.699.813
  • Tunjangan listrik dan telepon: Rp7.700.000
  • Tunjangan beras (maks 4 jiwa): Rp30.090 per jiwa
  • Tunjangan pengganti rumah dinas: hingga Rp50.000.000

Berdasarkan penjelasan tersebut, anggota DPR yang berstatus nonaktif atau diberhentikan sementara bukan berarti dicabut keanggotaannya secara permanen dan masih menerima sebagian hak keuangan sesuai ketentuan undang-undang.

Namun, mereka tidak lagi mendapatkan tunjangan dan fasilitas sebagaimana anggota aktif.

Ini menunjukkan bahwa meskipun tidak menjalankan tugas kedewanan, ada kompensasi terbatas yang tetap diberikan.