HAIJOGJA.COMPrevalensi stunting di Kota Yogyakarta menunjukkan peningkatan.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogyakarta, persentase stunting mencapai 12% pada triwulan ketiga tahun 2025. Angka ini naik dibandingkan akhir 2024 yang tercatat sebesar 11,27%.

Kepala Dinkes Kota Yogyakarta, Emma Rahmi Aryani, menjelaskan bahwa lonjakan ini dipicu oleh pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) yang belum memenuhi kebutuhan gizi bayi, khususnya protein hewani.

“Pola konsumsi protein hewani di Kota Yogya belum kuat secara porsi, yaitu belum sesuai dengan kebutuhan anak berdasarkan umurnya, dan masih ditemukan MPASI instan,” ujar Emma kepada Pandangan Jogja, Senin (5/6), dikutip dari Kumparan.

Faktor lain yang turut menyumbang peningkatan stunting antara lain pola makan yang terganggu akibat infeksi berulang, kebiasaan anak tidur terlalu malam, serta kekurangan nutrisi saat ibu mengandung.

Secara geografis, Kelurahan Purbayan dan Pringgokusuman memiliki jumlah kasus stunting tertinggi. Sebaliknya, Purwokinanti mencatatkan kasus stunting paling rendah.

Sebagai upaya penanggulangan, pemerintah Kota Yogyakarta mengalokasikan anggaran sebesar Rp70 juta untuk setiap kelurahan melalui Dana Keistimewaan (Danais) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

Dana ini digunakan untuk berbagai program gizi yang menyasar balita dan ibu hamil, termasuk program Pemberian Makanan Tambahan (PMT).

“Dari Danais ada PMT untuk balita weight faltering (tidak naik berat badannya), ibu hamil anemia. PMT dari DAK untuk balita berat badan kurang, gizi kurang, ibu hamil kurang energi kronik,” tambah Emma.