HAIJOGJA.COM – Yogyakarta memiliki banyak sekali bangunan bersejarah yang tetap terjaga hingga saat ini. Salah satu yang menjadi ikon adalah Plengkung Gading.

Apabila kalian memasuki wilayah Keraton Yogyakarta dari arah selatan, mereka akan melewati sebuah bangunan besar yang dicat putih yang dikenal sebagai Plengkung Gading.

Plengkung Gading adalah salah satu dari lima pintu gerbang masuk Keraton. Keempat gerbang lainnya adalah Plengkung Tarunasura, Madyasura, Jagadbaya, dan Jagadsura.

Plengkung Gading juga dikenal dengan nama Plengkung Nirbaya. Istilah “Plengkung” merujuk pada bangunan yang berbentuk melengkung, sementara “nirbaya” mengandung arti bebas dari ancaman dunia atau bisa juga berarti sederhana.

Secara sederhana, Plengkung Gading dapat diartikan sebagai pintu gerbang yang melambangkan pembebasan Keraton dari bahaya.

Sejarah Plengkung Gading

Plengkung Gading
Bangunan Bersejarah Plengkung Gading

Menurut sumber dari tribunnewswiki, Plengkung Gading pertama kali didirikan pada tahun 1782, pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I atau Pangeran Mangkubumi.

Berdasarkan informasi dari Badan Pelestarian Cagar Budaya DIY, dahulu terdapat sebuah parit di sekitar Keraton yang berperan sebagai pertahanan terhadap serangan musuh.

Parit ini memiliki lebar mencapai 10 meter dan kedalaman 3 meter. Namun, pada tahun 1935, parit tersebut menghilang dan saat ini telah diubah menjadi jalan.

Sayangnya, tidak ada informasi yang pasti mengenai waktu tepat ketika bekas parit ini diubah menjadi jalan.

Selain itu, setiap Plengkung juga dilengkapi dengan jembatan gantung yang berfungsi sebagai jalur masuk ke dalam benteng dengan melintasi parit.

Jika ada ancaman dari musuh, jembatan tersebut dapat ditarik ke atas untuk menjadi pintu penutup Plengkung.

Kemudian Pada tahun 1986, Plengkung Gading mengalami perbaikan untuk menjaga keaslian bentuknya.

Menara Sirine di Plengkung Gading

Di lingkungan Plengkung Gading, dulu terdapat sebuah menara sirine. Menara ini pertama kali didirikan pada tahun 1930 bersamaan dengan pendirian sirine di Pasar Bringharjo dan beberapa lokasi lainnya.

Sirine di Plengkung Gading dahulu berfungsi sebagai peringatan dini akan bahaya udara.

Operasional sirine ini dikendalikan oleh LBD (Lucht Bescherming Dienst) atau Dinas Perlindungan Udara, yang berfungsi pada masa penjajahan Belanda.

Dinas ini terdiri dari warga sipil non-militer yang dipimpin oleh pejabat sipil. Hingga saat ini, menara ini masih berfungsi, namun hanya digunakan dalam dua momen.

Pertama, pada setiap tanggal 17 Agustus sebagai peringatan Hari Kemerdekaan. Kedua, menjelang waktu berbuka puasa saat bulan Ramadan.