HAIJOGJA.COM – Pohon beringin memegang peranan yang penting dalam sejarah Kesultanan Yogyakarta. Sebagai simbol tanaman kerajaan, pohon beringin yang tumbuh besar dan rimbun memiliki makna sebagai perlambang kasih sayang raja terhadap rakyatnya.

Di kawasan Keraton Yogyakarta, terdapat puluhan pohon beringin yang ditanam, dan beberapa diantaranya bahkan diberi nama sebagai bentuk penghargaan.

Makna dan Sejarah Pohon Beringin Keraton Yogyakarta

Dalam perspektif masyarakat Jawa, pohon beringin dianggap sebagai lambang hayat. Pohon ini diartikan sebagai simbol yang memberikan kehidupan kepada manusia, serta memberikan perlindungan dan pengayoman

Penghormatan terhadap pohon beringin telah mewarnai sejarah sejak zaman Mataram Islam, zaman ketika kerajaan tersebut menjadi embrio bagi berdirinya Kesultanan Yogyakarta.

Pohon Beringin di Keraton Yogyakarta
Pohon Beringin di Keraton Yogyakarta

Bahkan, ketika keraton Mataram berpindah dari Kartasura menuju Surakarta, pohon beringin dianggap sebagai harta yang tak terpisahkan.

Pohon beringin juga memiliki posisi istimewa bagi Kesultanan Yogyakarta, di mana sebagai tanaman kerajaan, pohon beringin yang besar dan rimbun melambangkan pengayoman raja kepada rakyatnya.

Pohon beringin juga dianggap memiliki sifat-sifat yang dihubungkan dengan kebesaran Keraton Yogyakarta. Ukuran pohon yang besar, tumbuh di segala musim, berumur panjang, dan akar-akarnya dalam dan kuat mencengkram tanah, memiliki kemampuan mengikat air dengan baik.

Daun-daun pohon beringin kecil rimbun memberi keteduhan dan pasokan oksigen dalam jumlah besar, memberi rasa aman bagi yang berteduh di bawahnya.

Pohon Beringin di Alun Alun Utara Yogyakarta

Di tengah Alun-Alun Utara Yogyakarta, ditanam sepasang pohon beringin kembar, keduanya juga disebut sebagai ringin kurung yang berarti beringin yang dikurung Karena diberi pagar berbentuk persegi

Pohon Beringin di Alun Alun Utara Yogyakarta
Pohon Beringin di Alun Alun Utara Yogyakarta

Kedua pohon beringin kembar ini diberi nama Kiai Dewadaru dan Kiai Janadaru, Sebagai pusaka keraton, keduanya turut menjalani upacara Jamasan tiap bulan Sura.

Jamasan adalah upacara di keraton untuk membersihkan dan merawat benda-benda pusaka. Kiai Dewadaru dan Kiai Janadaru dijamas dengan cara dipangkas sehingga tajuknya berbentuk bundar seperti payung.

Bentuk payung ini melambangkan pengayoman yang diberikan keraton pada rakyat Yogyakarta.

Pohon Beringin Kiai Dewadaru

Pohon Beringin Kiai Dewadaru Kiai Dewadaru atau juga dikenal sebagai Kiai Dewatadaru adalah pohon beringin pusaka Keraton Yogyakarta yang berada di sisi barat Alun-alun Utara.

Dilansir dari laman kratonjogja.id, nama Kiai Dewadaru berasal dari kata dewa yang bermakna sifat-sifat ketuhanan dan daru yang berarti cahaya. Sehingga nama pohon beringin Kiai Dewadaru dapat diartikan sebagai cahaya ketuhanan.

Dari maknanya, tidak heran jika posisi pohon beringin Kiai Dewadaru berada di sebelah barat sumbu filosofi atau di sisi yang sama dengan lokasi Masjid Gedhe yang berfungsi sebagai pusat keagamaan.

Konon, bibit Kiai Dewadaru berasal dari Majapahit dengan garis keturunan yang terus dijaga tiap kali ada pohon yang rubuh atau mati.

Pohon Beringin Kiai Janadaru

Kiai Janadaru atau juga dikenal sebagai Kiai Jayadaru atau Kiai Wijayadaru adalah pohon beringin pusaka Keraton Yogyakarta yang berada di sisi timur Alun-alun Utara.

Dilansir dari laman kratonjogja.id, nama Kiai Janadaru berasal dari kata jana yang berarti manusia dan daru yang berarti cahaya. Sehingga, nama pohon beringin Kiai Janadaru dapat diartikan sebagai cahaya kemanusiaan.

Sementara di laman Kemendikbud disebutkan bahwa Kiai Janadaru melambangkan persatuan antara Sultan dan rakyat.

Dari maknanya, tidak heran jika posisi pohon beringin Kiai Janadaru berada di sebelah timur sumbu filosofi atau di sisi yang sama dengan lokasi Pasar Gedhe (Pasar Beringharjo) yang berfungsi sebagai pusat ekonomi.

Konon, bibit Kiai Janadaru berasal dari Pajajaran dan pernah terbakar dan ditanam kembali karena tersambar petir pada tahun 1961.

Sebelumnya, pohon beringin Kiai Janadaru juga pernah diganti pada tahun 1926, di mana peristiwa ini dikisahkan cukup terperinci pada Serat Salokapatra.

Pohon beringin Kiai Janadaru yang saat itu sudah sakit selama sekitar dua tahun akhirnya roboh. Seluruh bagian pohon tersebut kemudian dikuburkan tidak jauh dari tempat semula. Kiai Janadaru kemudian digantikan dengan bibit baru yang berasal dari cangkokannya sendiri yang ditanam kembali di tempatnya dahulu tumbuh.

Penanaman bibit tersebut dilakukan dalam sebuah upacara yang dipimpin oleh Patih Danureja VII dan diiringi doa-doa oleh Abdi Dalem Punokawan Kaji.

Pohon Beringin di Alun Alun Selatan Yogyakarta

Pohon Beringin di Alun Alun Selatan Yogyakarta
Pohon Beringin di Alun Alun Selatan Yogyakarta

Pohon beringin juga dapat ditemukan di Alun-Alun Selatan. Terdapat dua pohon beringin yang telah ditanam dan dikelilingi pagar dengan penempatan yang serupa seperti di Alun-Alun Utara.

Kedua pohon beringin ini dikenal sebagai Supit Urang. Selain dari kedua pohon beringin yang berada di tengah area, terdapat sepasang beringin lain yang berdiri di sepanjang jalan menuju Plengkung Nirbaya (Plengkung Gadhing).

Sepasang pohon beringin ini dikenal sebagai Kiai Wok. Tidak hanya itu, terdapat satu lagi pohon beringin yang tumbuh di area Alun-Alun Selatan, yang terletak di depan kandang gajah.