HAIJOGJA.COM – Jumlah kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Bantul masih tinggi hingga pertengahan tahun ini. Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Bantul terus berupaya menekan angka tersebut.

Menurut catatan UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak Bantul, dari 93 kasus yang ditangani pada Januari-Juni 2024, 50 di antaranya merupakan kasus KDRT. Kepala UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Bantul, Sylvi Kusumaningtyas, menyatakan bahwa jumlah kasus KDRT yang ditangani mencapai puluhan dalam beberapa waktu terakhir.

Pada 2022, dari 132 kasus yang ditangani UPTD PPA, 55 di antaranya adalah kasus KDRT. Sementara pada 2023, dari 206 kasus yang ditangani, 74 di antaranya merupakan kasus KDRT.

Sylvi menuturkan bahwa beberapa korban KDRT mengalami trauma pasca kejadian. Untuk memulihkan trauma tersebut, pihaknya menyediakan layanan psikolog dan pekerja sosial pendamping.

“Kami juga memberikan edukasi kepada korban dan reintegrasi sosial ke keluarga korban dan masyarakat,” ujarnya, Jumat (30/8/2024).

DP3AP2KB Bantul juga melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk mengantisipasi kasus KDRT. Selain itu, di Bantul telah dibentuk Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga), Satuan Tugas Perlindungan Perempuan dan Anak (Satgas PPA), Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD), serta merekrut kader Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) untuk mencegah dan menangani KDRT.

Kepala Bidang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Anak, DP3AP2KB Bantul, Kodrad Untoro, menyampaikan bahwa pihaknya berupaya agar anak yang menjadi korban KDRT tetap dapat memperoleh pendidikan. “Kami berupaya menyelamatkan pendidikan anak. Harus kita pastikan sekolah anak tidak terganggu,” ujarnya.

Meski begitu, Kodrad menekankan bahwa pihaknya mengutamakan mediasi untuk menyelesaikan kasus KDRT dan mendorong korban untuk melaporkan kejadian ke UPTD PPA Bantul.