HAIJOGJA.COM – Dampak dari kemarau panjang telah menyebabkan ratusan telaga di Kabupaten Gunungkidul mengering dan tidak dapat digunakan.

Dalam catatan Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPUPRKP) Gunungkidul, hanya tersisa 15 telaga yang masih memiliki sisa air.

Kepala Bidang Sumber Daya Air, DPUPRKP Gunungkidul, Handoko, menjelaskan bahwa kemarau panjang telah melanda wilayah Gunungkidul sejak bulan Mei yang lalu. Hujan tidak lagi turun secara cukup, mengakibatkan debit air di berbagai telaga menurun drastis.

“Kini hanya tersisa 15 telaga yang masih berfungsi, namun debit airnya juga tinggal sedikit. Beberapa telaga memiliki sisa air sekitar 30 hingga 50 persen, sementara yang lainnya sudah kering atau mengering,” ujarnya pada Kamis (31/8/2023).

Catatan DPUPKP Gunungkidul mengungkapkan bahwa terdapat total 359 telaga tersebar di 18 kapanewon. Dari jumlah tersebut, 344 telaga telah mengering dan hanya tersisa 15 telaga yang masih mempunyai sisa air.

Namun, telaga-telaga yang masih memiliki air tersebut kini tidak dapat lagi dimanfaatkan untuk keperluan konsumsi. Kualitas airnya telah tercemar dan tercampur dengan lumpur.

Beberapa warga menggunakannya untuk memberi minum kepada ternak. Handoko menjelaskan bahwa salah satu faktor penyebab keringnya telaga adalah akumulasi lumpur yang mengendap di dasar telaga, mempercepat proses sedimentasi secara alami.

Kepala Dusun Mojosari, Suratman, mengakui bahwa dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, sumber-sumber mata air di bantaran Sungai Mojosari telah menghilang.

Padahal, pada masa sebelumnya, kawasan ini tetap mengalirkan air meskipun dalam musim kemarau yang panjang.

Di sepanjang bantaran Sungai Mojosari dulunya terdapat 44 titik mata air. Namun, saat ini semuanya telah mengering dan airnya tidak bisa lagi dimanfaatkan.

“Dulu di dekat mata air ada pohon beringin yang besar. Namun sekarang sudah tidak ada lagi,” ungkapnya.