7 Sekolah di Jogja dengan Bangunan Cagar Budaya, Belajar di Tengah Sejarah
HAIJOGJA.COM – Jogja dikenal sebagai kota budaya yang kaya dengan bangunan peninggalan sejarah yang sering disebut dengan bangunan cagar budaya.
Tak hanya candi atau keraton, beberapa sekolah di Jogja dengan Bangunan Cagar Budaya juga masih aktif dan terawat dengan apik.
Belajar di tempat seperti ini tak hanya menambah ilmu, tetapi juga memperkenalkan siswa pada sejarah dan warisan arsitektur masa lalu.
Setidaknya terdapat tujuh sekolah yang bangunannya ditetapkan sebagai cagar budaya. Setiap bangunannya pun memiliki sejarahnya masing-masing. Kira-kira, ada sekolah kamu gak?
1. SMA Negeri 6 Yogyakarta
SMA Negeri 6 Yogyakarta terletak di sebelah utara kawasan bersejarah Kotabaru, tepatnya di daerah Terban yang dulunya dikenal sebagai permukiman warga Belanda.
Sebelum menjadi sekolah menengah seperti sekarang, bangunan ini dulunya digunakan sebagai Europeesche Lagere School Neutralle (ELS), sebuah sekolah dasar pada masa kolonial.
Menurut situs resmi jogjacagar.jogjaprov.go.id, gedung ini diperkirakan telah berdiri sejak tahun 1920.
Pada masa kolonial, ELS Neutralle terbuka bagi berbagai kalangan — tidak hanya anak-anak Belanda, tetapi juga siswa keturunan Tionghoa dan pribumi.
Setelah kemerdekaan Indonesia, tepatnya sekitar tahun 1950, sekolah ini diambil alih oleh pemerintah dan dialihfungsikan menjadi institusi pendidikan bidang ekonomi dengan nama SMA Yuridis Ekonomi, sebelum akhirnya menjadi SMA Negeri 6 seperti yang dikenal saat ini.
2. SMA Negeri 3 Yogyakarta
SMA Negeri 3 Yogyakarta berlokasi di Jalan Yos Sudarso No. 7, kawasan Kotabaru, Kapanewon Gondokusuman.
Sekolah ini menempati bangunan bersejarah yang dibangun pada tahun 1919, bertepatan dengan masa pengembangan kawasan Kotabaru sebagai permukiman elit bagi warga Belanda.
Pada masa penjajahan Belanda, sekolah ini dikenal dengan nama Algemene Middlebaar School (AMS).
Berdasarkan informasi dari laman jogjacagar.jogjaprov.go.id, AMS terbagi menjadi dua jurusan: AMS A, yang berfokus pada studi kebudayaan (Culturewetenschappen), dan AMS B, yang berkonsentrasi di bidang ilmu pengetahuan alam (Natuurwetenschappelijke Afdeeling).
Seiring perubahan situasi politik, pada tahun 1947 sekolah ini sempat ditutup akibat Agresi Militer Belanda.
Bangunannya kemudian difungsikan sebagai markas militer Belanda pada tahun 1949. Kini, gedung tersebut tetap digunakan sebagai fasilitas pendidikan dan menjadi bagian dari jejak sejarah panjang pendidikan di Yogyakarta.
3. SMP Bopkri I
SMP Bopkri I Yogyakarta memiliki sejarah panjang yang menarik.
Sebelum dikenal dengan nama sekarang, sekolah ini bernama Hollandsche Chineesche School (HCS) dan telah berdiri sejak tahun 1917.
Pada masa itu, sekolah ini banyak diisi oleh siswa keturunan Tionghoa, dengan Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar utama dalam proses belajar mengajar.
Namun, saat pendudukan Jepang dimulai, HCS termasuk salah satu sekolah yang ditutup.
Meski demikian, pada tahun 1942, sekolah ini kembali dibuka dan mulai beroperasi lagi. Berdasarkan informasi dari laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, sekolah yang berada di sebelah selatan Pasar Lempuyangan ini juga dikenal dengan sebutan “sekolah nomor 3” atau ti san siauw dalam dialek Hokkien.
4. MAN 2 Yogyakarta
Bangunan yang kini digunakan sebagai MAN 2 Yogyakarta, terletak di Jalan KH. Ahmad Dahlan No. 130, merupakan salah satu aset cagar budaya yang menyimpan banyak jejak sejarah penting.
Berdasarkan informasi dari laman resmi man2yogyakarta.sch.id, gedung ini awalnya dimiliki oleh seorang warga keturunan Tionghoa bernama Ngok An.
Setelah Indonesia merdeka, kepemilikan bangunan ini dialihkan ke pemerintah.
Antara tahun 1946 hingga 1949, gedung ini difungsikan sebagai kantor pertama Departemen Agama Republik Indonesia.
Selanjutnya, pada periode 1954 hingga 1974, tempat ini menjadi Sekolah Pendidikan Guru Agama Atas II (PGAA II).
Pada tahun 1974, statusnya berubah menjadi PGAN 6 Tahun Puteri Yogyakarta, sebuah lembaga pendidikan khusus bagi siswi dari wilayah DIY dan sekitarnya.
Transformasi terakhir terjadi pada tahun 1978, setelah terbitnya SK Menteri Agama Nomor 17 Tahun 1978, yang menetapkan perubahan status PGAN menjadi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Yogyakarta II, nama yang masih digunakan hingga saat ini.
5. SMK N 2 Yogyakarta
Sebelum dikenal sebagai SMK Negeri 2 Yogyakarta, bangunan sekolah ini awalnya merupakan tempat belajar untuk Princess Juliana School (PJS).
Sebuah sekolah teknik tingkat pertama yang didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1919.
Di masa perjuangan kemerdekaan, bangunan ini juga pernah difungsikan sebagai asrama tentara pelajar, menjadikannya saksi sejarah penting bagi generasi muda kala itu.
Memasuki tahun 1952, gedung ini mulai digunakan oleh dua sekolah teknik, yakni STM Negeri I dengan jurusan bangunan dan kimia, serta STM Negeri II yang membuka jurusan listrik dan mesin.
Kedua lembaga ini kemudian mengalami beberapa kali perubahan nama dan struktur organisasi.
Akhirnya, melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 036/O/1997 tertanggal 7 Maret 1997, sekolah ini resmi diberi nama SMK Negeri 2 Yogyakarta, yang masih digunakan hingga hari ini sebagai salah satu sekolah kejuruan unggulan di Yogyakarta.
6. SD Negeri Ngupasan
Menurut informasi dari laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, SD Negeri Ngupasan memiliki sejarah yang panjang dan kaya nilai budaya.
Bangunan sekolah ini awalnya merupakan bagian dari kompleks Loji Kebon atau Gedung Agung, dan mulai difungsikan sebagai lembaga pendidikan sejak tahun 1912.
Saat itu, sekolah ini dikenal sebagai Iste Europeesche Lagere Meisjes School, sebuah sekolah dasar khusus untuk remaja putri Eropa.
Namun, pada tahun 1930, sekolah tersebut ditutup dan dialihfungsikan menjadi 1ste Europeesche Lagere Ambongsche, yakni sekolah dasar pertama untuk masyarakat keturunan Ambon, yang beroperasi hingga tahun 1942.
Baru pada tahun 1950, bangunan ini resmi digunakan sebagai SD Negeri Ngupasan, seperti yang dikenal saat ini.
Menariknya, pada tahun 1947, kompleks SD Ngupasan terdiri dari beberapa satuan pendidikan, yaitu SD Ngupasan I, SD Ngupasan II, SD Ngupasan III, dan SD Inpres Reksobayan.
7. SD Tumbuh Yogyakarta
SD Tumbuh Yogyakarta, yang berlokasi di Jalan A.M. Sangaji No. 48, Jetis, menempati salah satu bangunan bersejarah di Yogyakarta yang kaya akan nilai budaya dan perjuangan.
Gedung sekolah ini memiliki arsitektur bergaya Indis, khas bangunan masa kolonial, dan pertama kali dibangun oleh pemerintah Belanda pada tahun 1894 dengan nama Holland Indische Kweekschool, atau sekolah khusus untuk pendidikan calon guru.
Bangunan ini juga menyimpan catatan sejarah penting bangsa, karena pernah digunakan sebagai lokasi Kongres I Budi Utomo pada tanggal 3–5 Oktober 1908 — momen penting dalam sejarah pergerakan nasional Indonesia.
Memasuki tahun 1927, bangunan tersebut kembali difungsikan sebagai sekolah guru, kini dengan nama Hollands Indische Kweekschool (HIK), dan tetap digunakan hingga masa pendudukan Jepang.
Setelah kemerdekaan, pada 1950-an, gedung ini sempat dialihfungsikan sebagai asrama tentara.
Perjalanan fungsi bangunan ini terus berlanjut. Pada 1956, digunakan sebagai Sekolah Guru A (SGA), dan kemudian menjadi Sekolah Pendidikan Guru (SPG) pada tahun 1965.
Sebelum akhirnya digunakan sebagai SD Tumbuh, bangunan ini sempat difungsikan sebagai kantor Bidang Sejarah dan Nilai Tradisional Kanwil Depdikbud Provinsi DIY, serta sebagai kantor Badan Usaha Organisasi Wanita (BOW).
Kini, bangunan bersejarah ini tetap hidup dan aktif sebagai bagian dari dunia pendidikan melalui kehadiran SD Tumbuh, sembari terus membawa nilai-nilai sejarah yang pernah tercipta di dalamnya.
Bangunan-bangunan sekolah yang telah berusia lebih dari seabad ini kini termasuk dalam daftar cagar budaya, yang menjadikannya tidak hanya sebagai tempat belajar, tetapi juga situs sejarah yang patut dilestarikan agar dapat terus bermanfaat bagi generasi mendatang.